Kiranya kita tak perlu berkecil hati jika suatu saat kita mendapat cobaan dari Allah. Karena itu bukan berarti Allah telah benci atau tidak peduli lagi terhadap kita. Justru cobaan-cobaan itu membuktikan, bahwa Allah sayang kepada kita. Semakin kita disayang, semakin berat pula cobaan yang kita terima.
Hal diatas dapat kita buktikan sendiri melalui kisah-kisah para Nabi, yang walaupun beliau-beliau (para Nabi) itu merupakan kekasih-kekasih Allah, namun sungguh berat cobaan yang diberikan kepada mereka, jauh lebih berat dari yang kita terima. Kita bisa membaca (dalam Al-Qur'an) kisah Nabi ibrahim yang disuruh menyembelih putranya sendiri yang sangat dicintainya.
Kisah Nabi Ayyub yang dimusnahkan seluruh harta kekayaannya dan keturunannya serta terserang penyakit menular yang sangat menjijikan sehingga tak seorangpun kaumnya yang mau mendekat kepadanya.
Kisah Nabi Nuh yang selama ratusan tahun (Nabi Nuh berusia 950) berdakwa tapi hanya mendapat pengikut yang amat sedikit (70 atau 80 orang saja).
Kisah Nabi Muhammad yang dilempari kotoran unta dan batu hingga berdarah mukanya dan diboikot perekonomian untuknya dan keluarganya hingga kekurangan bahan makanan, dan sebagainya.
Kalau kita mau bersabar sejenak dan berpikir secara lebih mendalam, kiranya kita akan mendapati kenyataan, bahwa di balik cobaan-cobaan yang nampaknya tidak menyenangkan itu terdapat hikmah dan kebaikan yang besar.
Hal ini sebagai mana yang termaktub dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa' Ayat 19, yang artinya:
"BOLEH JADI KAMU TIDAK MENYUKAI SESUATU, PADAHAL ALLAH MENJADIKAN PADANYA KEBAIKAN YANG BANYAK"
Menurut kebanyakan ahli filsafat (filosof) islam, pengertian sabar itu terbagi menjadi 5 macam, yaitu:
1. Dalam beribadah.
Yakni dengan tekun dan telaten mengerjakan setiap rukun, syarat-syarat dan tata tertib ibadah yang sedang dikerjakannya. Menurut Imam Al-Ghozali, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan suatu ibadah, yaitu:
1. Harus didahului niat yang suci, ikhlas semata-mata karena Allah
2. Memperhatikan dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, dan juga hal-hal lain baik yang wajib maupun yang sunnat.
3. Tidak bersifat Riya' setelah melaksanakan ibadah tersebut.
2. Sabar di timpa bencana.
Yakni teguh hati dan menerima dengan ikhlas ketika tertimpa suatu bencana. Karena sabar atau tidak sabar, bencana tetap akan terjadi. Tetapi dengan bersikap sabar, maka beban yang harus ditanggung akan terasa lebih ringan.
3. Sabar terhadap kehidupan dunia.
Yakni tidak mudah tergoda oleh tipu daya dunia, yang kalau dilihat secara lahiriyah penuh dengan kenikmatan dan kesenangan yang memabukan (dapat melupakan manusia kepada tujuan hidup yang sebenarnya). Padahal sebenarnya dunia ini hanya merupakan alat, bukan tujuan.
4. Sabar terhadap maksiat.
Yakni mengendalikan diri sendiri dan juga orang lain dari melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap syariat agama.
5. Sabar dalam berjuang.
Yakni dengan menyadari sepenuhnya, bahwa perjuangan atau usaha itu ada pasang surutnya. Sehingga tidak sombong atau takabbur jika sedang pasang, dan tidak berputus asa jika sedang surut.
Sumber: http://www.facebook.com/notes/abdul-aziz-ar-rauuf/cara-cara-menghadapi-cobaan-dalam-hidup/400890919120
Dari ceramah KH Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym), yang diadakan di masjid Al-Hikmah, Den Haag pada bulan Februari 2012
Berikut rangkuman ceramah Aa Gym mengenai lima cara sederhana menghadapi cobaan hidup yang ingin saya bagi.
1. Siap menerima suatu cobaan
Kita terkadang lupa bahwa pangkal dari masalah kita bukan masalah itu sendiri, tetapi bagaimana menyikapi/menerima suatu cobaan.
Seperti menghadapi suatu ujian. Apabila kita mempersiapkan diri kita
sebaik-baiknya, maka umumnya kita akan mendapatkan hasil yang baik pula.
Tetapi kita juga harus ingat bahwa tidak semua yang kita inginkan akan
terwujud. Oleh karena itu, kita harus siap pula dengan kegagalan dan
jangan hanya siap dengan kesuksesan. Semakin siap kita untuk menghadapi
suatu kegagalan, semakin ringan masalah tersebut akan dirasakan oleh
kita. Mulailah dengan niat yang baik, ikhtiar semampu kita, tapi jangan
terkunci oleh keinginan dan nafsu kita, serahkan semuanya kepada Allah
SWT.
2. Kalau sudah terjadi, kuncinya adalah ridho/diterima
Seringkali saat mengalami suatu
masalah/musibah, kita cenderung berpikir “seandainya saya pergi lebih
cepat”, “seandainya kita belajar lebih giat”, dsb. Hal itu menandakan
bahwa kita adalah orang yang tidak bisa menerima kenyataan. Hal ini
dapat menimbulkan perasaan tidak tenang dalam menghadapi berbagai cobaan
serta masalah hidup. Apabila kita mencoba berpikir lebih dalam, banyak orang menderita bukan karena kenyataan yang terjadi tetapi karena tidak bisa menerima kenyataan tersebut.
Oleh karena itu, apabila kita sudah siap untuk menerima berbagai cobaan
dari awal dan bukan di akhir, InsyaAllah kita akan menjadi lebih tenang
dan lebih siap dalam menghadapi berbagai ujian dalam hidu kita.
3. Jangan mempersulit diri, “mudahkan urusanmu”
Apabila kita pikirkan baik-baik. Setiap kita mendapatkan masalah, pada umumnya kita menderita karena pikiran kita sendiri.
Banyak orang menderita karena memikirkan yang belum ada dan bukan
mensyukuri yang sudah ada. Orang tersebut bukan kurang rizki tetapi
kurang iman. Kita jangan takut tidak akan mempunyai rizki yang cukup,
tapi takut tidak bisa mensyukuri nikmat yang sudah kita miliki! Kita
harus ingat bahwa kita dihormati orang lain bukan karena kita mulia,
tapi karena Allah SWT menutupi dosa, aib, dan kesalahan kita!
Aa gym pun mengatakan terdapat
beberapa babak dalam hidupnya: babak ngetop, babak belur, hingga babak
baru. Beliau juga berkata bahwa pujian jauh lebih berbahaya dibandingkan
dengan dicaci maki. Karena pujian mendekatkan kita ke kemunafikan.
Namun, dari hal tersebut beliau menyadari bahwa memang terkadang inilah
ujian yang diberikan oleh Allah SWT terhadap hambaNya untuk menaikkan
derajatnya. Jangan membebani diri kita dengan berbagai masalah yang
sudah ada.
4. Evaluasi diri (bertaubat)
“Apa saja ni’mat yang kamu
peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka
dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada
segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (QS An-Nisa ayat 79)
Terkadang kita lalai dalam
mengevaluasi diri kita setelah tertimpa masalah/musibah. Kita cenderung
mengedepankan emosi serta mencari-cari kesalahan orang lain. Kita harus
ingat bahwa sebagai manusia, kita tidak pernah luput dari dosa. Cara
untuk menghilangkan/megurangi dosa tersebut tentu dengan bertaubat.
Dalam menghadapi berbagai masalah pun kita harus ingat bahwa tidak ada satupun masalah yang tidak ada solusinya.
Tidak ada guru yang memberikan soal tanpa ada kunci jawaban. Tidak ada
seseorang membuat lubang kunci tanpa pasangan kuncinya. Salah satu jalan
utama untuk mendapatkan jawaban dari masalah kita adalah dengan
bertaubat! Pada intinya adalah kita harus instropeksi terhadap kesalahan
diri kita sendiri dan jangan melihat/mencari kesalahan orang lain.
Seperti kisah Nabi Adam a.s. yang memakan buah terlarang dan akhirnya
dikirim ke dunia sebagai hukuman. Beliau menjadi mulia karena bertaubat
dan bukan karena menyalahkan iblis yang telah membujuknya. Begitu juga
dengan Nabi Yunus a.s. yang dimakan oleh ikan paus karena sempat lalai
terhadap umatnya. Beliau pun selamat karena bertaubat.
5. Cukuplah Allah SWT sebagai penolong kita (hanya bersandar kepada Allah SWT)
- Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
- dari kejahatan makhluk-Nya,
- dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
- dan dari kejahatan wanita-wanita tukangsihir yang menghembus pada buhul-buhul,
- dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”
QS Al Falaq 1-5
Seringkali sebagai manusia, kita
bersandar kepada jabatan, kekayaan, suami, istri, orangtua,
saudara/kerabat dengan jabatan tinggi, dsb. Namun satu hal yang tidak
kita sadari adalah kita sering bergantung kepada sesuatu yang tidak kekal.
Kaya bisa menjadi miskin, kerabat bisa meninggal atau hubungan bisa
menjadi renggang dan jabatan seseorang bisa hilang sewaktu-waktu. Begitu
semua hal tersebut diambil/hilang kita akan kehilangan tempat
bergantung. Namun apabila kita bersandar kepada Allah SWT yang kekal,
kita tidak akan kehilangan apa-apa karena kita bersandar kepada yang
kekal dan pemilik alam semesta. Hal ini pun tercermin dari cara Nabi
Muhammad SAW mengajarkan agama islam. Rasulullah menyebarkan agama islam
dengan mengajarkan ilmu tauhid terlebih dahulu, yaitu ilmu mengenal
Allah SWT. Baru setelah itu Rasulullah mengajarkan mengenai solat dan
ibadah-ibadah lainnya. Dari hal ini kita bisa melihat bahwa yang
terpenting adalah mengenal Allah SWT terlebih dahulu.
Akhirul kata, derajat seseorang ditentukan pula oleh masalah yang dialaminya. Semakin tinggi derajat/mulia seseorang semakin berat pula masalah yang akan dihadapinya. Yang menentukan apakah kita akan menjadi lebih mulia atau tidak adalah bagaimana kita menyikapi dan mengevaluasi diri sesudahnya.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada
hamba-hambaNya dalam menghadapi dan menyikapi berbagai masalah yang
kita hadapi, Amin …
Wassalamualaikum.
mursalim nawawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar