Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup
belajar. Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang
manusia dapat melihat
perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati:
“ |
Anda telah melihat individu mengalami pembelajaran, melihat individu berperilaku
dalam cara tertentu sebagai hasil dari pembelajaran, dan beberapa dari
Anda (bahkan saya rasa mayoritas dari Anda) telah "belajar" dalam suatu
tahap dalam hidup Anda. Dengan perkataan lain, kita dapat menyimpulkan
bahwa pembelajaran telah terjadi ketika seorang individu berperilaku,
bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan satu cara
yang berbeda dari caranya berperilaku sebelumnya. |
” |
Pembelajaran dalam dunia pendidikan
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik.
Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan
pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam
konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan
menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan
(aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek
afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik,
namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu
pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan
adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar
dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi
ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut
akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar
dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses
belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang
memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik
lebih mudah mencapai target belajar.
Teori pembelajaran
Tiga teori telah ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana
seseorang memperoleh pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik,
pengkondisian operan, dan pembelajaran
sosial.
Pengondisian klasik
Ivan Pavlov, ahli fisiolog dari Rusia yang memperkenalkan Teori Pengkondisian Klasik
Pengkondisian klasik adalah jenis pengkondisian di mana individu
merespon beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons
baru.Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing
mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering,
dilakukan pada awal tahun 1900-an oleh seorang ahli fisolog Rusia
bernama
Ivan Pavlov..
Pengondisian operant
Pengkondisian operan adalah jenis penglondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan
penghargaan atau mencegah sebuah hukuman.
Kecenderungan untuk mengulang perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada
atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan
oleh
perilaku. Dengan demikian, penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut diulangi.
Apa yang dilakukan Pavlov untuk pengkondisian klasik, oleh psikolog Harvard, B. F. Skinner, dilakukan pengkondisian operan.
Skinner mengemukakan bahwa menciptakan konsekuensi yang menyenangkan
untuk mengikuti bentuk perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi
perilaku tersebut
Pembelajaran sosial
Pembelajaran
sosial adalah pandangan bahwa orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan
pengalaman langsung.Meskipun teori pembelajaran sosial adalah perluasan dari pengkondisian
operan, teori ini berasumsi bahwa perilaku adalah sebuah fungsi dari
konsekuensi. Teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui
pengamatan dan pentingnya
persepsi dalam pembelajaran
Prinsip-prinsip pembelajaran
Berikut ini adalah prinsip umum pembelajaran yang penulis rangkum dari beberapa pakar pembelajaran yang meliputi:
Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari
kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya
perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran
akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan
kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang
dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi
untuk mempelajarinya. Apabila dalam diri siswa tidak ada perhatian
terhadap pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu
dibangkitkan perhatiannya. Dalam proses pembelajaran, perhatian
merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai
perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari peserta didik dapat
menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di
antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat
membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan
diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan
memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan. Di samping
perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar.
Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas
seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang
memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik
perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya.
Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika akan merasa senang
belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya
adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri
siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Motivasi
dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah
laku ke arah suatu tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi dalam diri
peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila
peserta didik mempunyai motivasi, ia akan
- bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa
ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar;
- berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut;
- Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.
Motivasi dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal dari
dalam diri peserta didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua,
teman dan sebagainya. Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran,
yaitu: memberikan dorongan, memberikan insentif dan juga motivasi
berprestasi.
Keaktifan
Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak
mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan
aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan
juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin
terjadi apabila anak mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa
belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya
sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya
sebagai pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar
menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita
terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi. Menurut
teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu
merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan dan menggunakan
pengetahuan yang telah diperolehnya. Thordike mengemukakan keaktifan
siswa dalam belajar dengan hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan
bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan
respon akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan
lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar
diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang
dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan
semakin paham. Hal ini juga sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie
bahwa individu merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin
tahu". Dalam proses belajar, siswa harus menampakkan keaktifan.
Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun
kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca,
mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya.
Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang
lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.
Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah
mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling
baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui
pengalaman langsung siswa tidak hanya mengamati, tetapi ia harus
menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab
terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe
yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan,
bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi hanya
mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe. Pembelajaran yang
efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri
atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar
sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan,
pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang
bermakna untuk hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di
ungkapkan Jean Jacques Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang
masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan
mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya
anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan
mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian, segala pengetahuan itu
harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri,
penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan
sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika siswa "mengalami
sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang
disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan
belajar dngan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa
yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika
siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Dari berbagai
pandangan para ahli tersebut menunjukkan berapa pentingnya keterlibatan
siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Pentingnya keterlibatan
langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by
doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan
harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada
asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan
cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan
bila mereka hanya melihat materi/konsep. Modus Pengalaman belajar adalah
sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa
yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita
lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang
kita katakan dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar
dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20%
karena mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta
didik untuk melakukan sesuatu dan melaporkan nya, maka mereka akan
mengingat sebanyak 90%. Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang
dikemukakan oleh seorang filsof Cina Confocius, bahwa:
“ |
apa yang saya dengar, saya
lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya
paham. Dari kata-kata bijak ini kita dapat mengetahui betapa pentingnya
keterlibatan langsung dalam pembelajaran. |
” |
Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori
psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang
ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat,
mengkhayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan
pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya
pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih
dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna. Dalam proses
belajar, semakin sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan
melekat pelajaran itu dalam diri seseorang. Mengulang besar pengaruhnya
dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan "bahan yang belum
begitu dikuasai serta mudah terlupakan" akan tetap tertanam dalam otak
seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga
bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang
sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan. Teori lain yang
menekankan prinsip pengulangan adalah teori koneksionisme-nya Thordike.
Dalam teori koneksionisme, ia mengemukakan bahwa belajar ialah
pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan
terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon
benar.
Tantangan
Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa
dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat
hambatan dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk
mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.
Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah
tercapai, maka ia akan dalam medan baru dan tujuan baru, demikian
seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha mengatasi
hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul
motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan
pelajaran harus menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar
membuat siswa bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru
yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa
tertantang untuk mempelajarinya. Penggunaan metode eksperimen,
inquiri,
discovery
juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat
dan sungguh-sungguh. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang
siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar
dari hukuman yang tidak menyenangkan.
Balikan dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaiatan dengan balikan dan penguatan adalah teori belajar
operant conditioning
dari B.F. Skinner.Kunci dari teori ini adalah hukum effeknya Thordike,
hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat, jika disertai perasaan
senang atau puas dan sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan
tidak senang. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik,
maka perbuatan itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu
menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak
diulangi lagi. Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan
mendapat hasil yang baik. Apabila hasilnya baik akan menjadi balikan
yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya.
Namun dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang menyenangkan
tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau dengan kata lain adanya
penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar. Siswa yang
belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan.
Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai
yang baik dapat merupakan
operan conditioning atau penguatan
positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu
ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik
kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek
dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih
giat, inilah yang disebut penguatan negatif.
Perbedaan Individual
Siswa merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-masing
mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat
bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal
latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya.
Guru harus memahami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani
pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu. Siswa akan berkembang
sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setiap siswa juga memiliki
tempo perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran
sesuai dengan temponya masing-masing. Perbedaan individual ini
berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan
individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem
pendidikan kalsik yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan
masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas
dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata,
kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Metode pembentukan perilaku
Ketika seseorang mencoba untuk membentuk individu dengan
membimbingnya selama pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, orang
tersebut sedang melakukan pembentukan
perilaku
Pembentukan perilaku adalah secara sistematis menegaskan setiap urutan
langkah yang menggerakkan seorang individu lebih dekat terhadap respons
yang diharapkan.Terdapat empat cara pembentukan perilaku: melalui penegasan positif, penegasan negatif, hukuman, dan peniadaan.
Referensi
- Kamus Besar Bahasa Indonesia
- Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Buku 1, 2007, Jakarta: Salemba Empat, hal. 69-79.
- McGehee, W. (Inggris)"Are We Using All We Know About Training? Learning Theory and Training," Personnel Psychology, Spring 1958, hal. 2.
- Pavlov, I. P. (Inggris)The Work of the Digestive Glands, London: Charles Griffin, 1902, hal. 23-33
- Skinner, B. F. Contingencies of Reinforcement, East Norwalk, CT: Appleton, 1971, hal. 100.
- Bandura, A. (Inggris)Social Learning Theory, Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, 1977, hal. 37-38
salam Pendidikan . Chaling