Minggu, 29 Juni 2014

Manfaat Puasa untuk Kesehatan Tubuh


manfaat puasa untuk kesehatan

Ketika Ramadhan tiba, umat Islam mendapatkan mendapatkan kesempatan untuk berburu pahala sebanyak-banyaknya. Salahsatu ibadah wajih di bulan Ramadhan adalah puasa. Yaitu menahan lapar dan haus serta menahan hawa nafsu dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Tak hanya mendapatkan pahala ketika menjalankannya, puasa Ramadhan bagiumat Islam juga mendapatkan bonus. Yaitu kesehatan tubuh akan semakin baik ketika menjalani puasa.
Maka dari itu untuk menambah motivasi kita ketika puasa, hendaknya kita ketahui manfaat puasa bagi kesehatan secara ilmiah.
1. Baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah
Penyakit jantung merupakan penyakit yang ditakuti kebanyakan orang. Penyakit ini telah membunuh banyak orang karena adanya gaya hidup yang tak sehat. Untungnya dengan berpuasa, kita akan membantu meningkatkan kesehatan jantung sehingga terbebas dari resiko serangan jantung. Ketika berpuasa tubuh melakukan peningkatan HDL dan penurunan LDL yang berdasarkan penelitian akan sangat baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah.
2. Mencegah penyakit kronis
Puasa menahan lapar dan haus serta menahan amarah. Keadaan ini akan membuat psikologi seseorang semakin tenang sehingga dapat menurunkan kaar adrenalin dalam tubuh. Turunnya adrenalin akan mencegah pembentukan kolesterol dan kontraksi empedu yang lebih baik sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit kronis seperti jantung koroner dan stroke.
3. Mampu berpikir tajam dan lebh kreatif
Puasa membuat pikiran menjadi lebih tenang dan juga melambat, uniknya menurut penelitian ternyata pikiran yang melambat ini membuatnya justru bekerja lebih tajam. Selain itu ditinjau dari segi insting, masalah rasa lapar adalah masalah kelanjutan hidup sehingga wajar jika rasa lapar memaksa kita untuk berpikiran lebih tajam dan kreatif.
4. Mencegah obesitas
Puasa akan mampu mencegah obesitas karena saluran pencernaan dan usus akan lebih bersih dari endapan sisa makanan. Jika pencernaan bersih maka sisa endapan yang menumpuk di perut tidak ada sehingga membuat badan lebih sehat dan tidak memiliki berat badan berlebih.
5. Meningkatkan kekebalan tubuh
Dibalik kewajiban menahan haus dan lapar serta nafsu mulai dari setelah waktu sahur sampai waktu maghrib, puasa juga menyimpan banyak maslahat bagi manusia. Selain meningkatkan aspek rohani, puasa juga meningkatkan daya tahan tubuh serta meremajakan tubuh dari sel-sel yang telah mati.
6. Menyehatkan ginjal
Ginjal berfungsi sebagai saringan zat berbahaya dari  apapun yang kita makan dan minum. Fungsi ginjal akan maksimal bila kekuatan osmosis urin mencapai 1000 sampai 12.000 ml osmosis/kg air. Dengan kurangnya asupan air saat puasa, target ini dapat tercapai sehingga baik untuk kesehatan ginjal.
7. Mencegah diabetes
Diabetes disebabkan karena tingginya kadar gula dan kolesterol dalam tubuh. Dengan berpuasa konsumsi gula dan makanan berlemak akan lebih terkontrol sehingga dapat mencegah diabetes dan penyakit turunannya.
8. Menyembuhkan nyeri sendi
Sel penetral alami dalam tubuh akan meningkat saat puasa. Dengan ini lambat laun penyakit encok dan nyeri sendi akan menuju kesembuhan. Sebuah penelitian menemukan adanya korelasi antara meningkatnya kemampuan sel penetral (pembasmi bakteri) dengan membaiknya radang sendi penyebab encok.

Keutamaan Puasa Syawal

Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti enam hari pada bulan Syawal, maka pahalanya sama dengan puasa satu tahun” (HR. Muslim).

Puasa enam hari pada bulan Syawal termasuk puasa sunnat. Rasulullah saw sangat menganjurkannya, sampai dalam hadits di atas pahalanya sama dengan pahala satu tahun.

Abu Hurairah berkata: “Pahalanya satu tahun, karena setiap hari pahalanya sama dengan puasa sepuluh hari. Tiga puluh hari ramadhan sama dengan tiga ratus hari ditambah enam hari bulan syawal sama dengan enam puluh hari, sehingga jumlah seluruhnya adalah tiga ratus enam puluh hari yakni satu tahun. Hal ini, karena Allah berfirman: “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya” (QS. Al-An’am: 160)”.

Puasa ini boleh dilakukan berurutan sejak tanggal dua syawal, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i, atau boleh juga tidak berurutan yang penting enam hari pada bulan Syawal sebagaimana pendapat Jumhur ulama seperti Imam Waki’ dan Imam Ahmad.

Di antara manfaat puasa Syawal ini sebagaimana dituturkan Ibnu Rajab adalah sebagai berikut:

Pertama, puasa enam hari pada bulan Syawal pahalanya sama dengan puasa satu tahun penuh sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Kedua, puasa pada bulan Syawal dan Sya’ban seperti shalat sunnat rawatib. Fungsinya untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan dalam shalat wajib. Karena, kelak pada hari Kiamat, pahala wajib dapat disempurnakan dengan amalan sunnat.
Ketiga, dengan puasa enam hari pada bulan Syawal di antara ciri puasa Ramadhannya diterima oleh Allah, karena apabila Allah menerima amal ibadah seseorang, Allah akan memudahkan orang tersebut untuk melakukan amal shaleh lainnya. Para ulama berkata: “Pahala kebaikan adalah dengan kebaikan setelahnya. Siapa yang melakukan kebaikan, lalu setelahnya diikuti dengan kebaikan lainnya, maka itu bukti diterimanya kebaikan pertama”.
Keempat, puasa enam hari di bulan Syawal di antara cara bersyukur kepada Allah. Orang yang berpuasa Ramadhan berhak mendapatkan ampunan (maghfirah) dari Allah atas segala dosa-dosanya yang telah lalu, dan tidak ada nikmat yang paling berharga selain pengampunan Allah. Karena itu, mereka yang telah berpuasa Ramadhan patut bersyukur atas nikmat ini, di antaranya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal. “Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).
Kelima, puasa enam hari pada bulan Syawal, bukti bahwa kebaikan dan amal shaleh tidak berakhir seiring berlalunya Ramadhan, akan tetapi terus berlanjut selama hidup. Seorang ulama shaleh, Bisyir, pernah ditanya tentang orang-orang yang hanya beribadah pada bulan Ramadhan, ia menjawab: “Sejahat-jahat kaum adalah mereka yang hanya mengenal dan menyembah Allah pada bulan Ramadhan saja”.
Imam as-Syibly pernah ditanya: “Mana yang paling utama; apakah bulan Sya’ban atau bulan Ramadhan?” Ia menjawab: “Jadilah hamba yang menyembah Allah (rabbaniyyan) bukan yang menyembah bulan Ramadhan (ramadhaniyyan)”.
Marilah kita mulai dari sekarang untuk melakukan puasa sunnat enam hari di bulan Syawal ini. Di tengah orang-orang asik makan minum sementara kita berpuasa, sungguh tersimpan pahala yang sangat luar biasa. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya apabila orang yang sedang berpuasa berada di tengah-tengah orang-orang berbuka, maka seluruh anggota tubuhnya bertasbih kepada Allah, serta para malaikat mendoakannya: “Ya Allah, ampunilah segala dosa dan kesalahannya serta sayangilah dia” (HR. Ibnu Majah). Semoga.
Khawatir Amalannya Tidak Diterima (Renungan Syawwal) Dpc Wibanggai Dari Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: "وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ": قَالَتْ عَائِشَةُ: أَهُمْ الَّذِينَ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ وَيَسْرِقُونَ؟ قَالَ: "لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ، أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ". رواه الترمذي (3175) ، وصححه الألباني (صحيح سنن الترمذي، 287/3(. ”Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ayat ini (al-Mu’minun ayat 60) ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:”Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamr (minuman keras) dan mencuri?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Bukan, wahai anak perempuan ash-Shiddiq (Abu Bakar). Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat dan sedekah, dan mereka khawatir amalan mereka tidak diterima. Mereka itulah orag-orag yang bersegera dalam kebaikan.” (HR. Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi (3/287)) Al-‘Alamah al-Mubarkafuury rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ at-Tirmidzi berkata: Makna {وَاَلَّذِينَ يُؤْتُونَ} yaitu orang-orang yang memberi. {مَا آتَوْا} maksudnya, apa yang teelah mereka berikan berupa sedekah dan amalal-amalan shalih. Makna {وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ} maksudnya, mereka takut (khawatir) kalau amalan mereka tidak diterima. Dan setelah itu {أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ}(Sesungguhnya hanya kepada Rabb merekalah mereka akan kembali) maksudnya, karena mereka yakin bahwa hanya kepada Allah mereka akan kembali. Sabda Nabi {أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ} demikianlah redaksi dalam riwayat ini. Dan yang ada dalam al-Qur’an {أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ} maksudnya, mereka bersegera untuk melakukan amalan-amalan shalih. {وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ} (dan mereka bersegera untuk kebaikan) maksudnya dalam ilmu Allah. Ada yang mengatakan: Karena kebaikan-kebaikan itulah ia mendahului (orang lain) menuju Surga atau karenan kebaikan-kebaikan itu mereka mendahului (mengungguli) manusia. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:”Kebahagiaan dari Allah lebih dahulu mereka dapatkan.” Dari penjelasan di atas sudah menjadi keharusan bagi kita untuk khawatir kalau-kalau amalan-amalan kita tidak diterima, dan kita juga seharusnya khwatir kalau-kalau ibadah puasa Ramadhan kita tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan seperti sebagian manusia yang mereka tidak bersemangat untuk menjadikan amalan (ketaatan) mereka diterima. Karena sesungguhnya diberikan taufiq (kemudahan) oleh Allah untuk melakukan amalan shalih adalah kenikmatan yang besar, namun kenikmatan tersebut tidak akan sempurna kecuali dengan kenikmatan yang lebih besar dari itu, yaitu nikmat diterimanya amalan tersebut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika seorang hamba mengetahui bahwa amalannya bisa tertolak (tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) dikarenakan banyak hal, maka sudah seharusnya pengetahuan tentang sebab-sebab diterimanya amalan menjadi hal yang paling penting untuk diketahui. Lalu jika ia mendapatkan hal itu ada pada dirinya, ia pun memuji Allah dan bertahan dan terus menerus pada amalan tersebut, dan jika ia tidak mendapatkannya maka hendaklah yang menjadi prioritasnya mulai dari sekarang adalah melakukan sebab-sebab itu dan mengikhlaskannya semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lantas apa sebab-sebab diterimanya amal atau apa ciri-ciri dari orang yang diterima amalannya? Di antara ciri-cirinya adalah: Tidak Kembali Melakukan Dosa Setelah Melakukan Ketaatan Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata:”Barang siapa yang beristighfar dengan lisannya, namun hatinya terikat dengan maksiat, tekadnya ingin kembali melakukannya (maksiat) setelah bulan (Ramadhan) lewat. Maka tertolak puasanya, dan pintu penerimaan amal tertutup untuknya.” Rasa Khawatir Jika Amalannya Tertolak Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak butuh dengan ketaatan kita dan ibadah kita, Dia berfirman: وَمَن يَشْكُرْ فَإنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ) [لقمان: 12]، ”Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Luqman: 12) Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: (إن تَكْفُرُوا فَإنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ) [الزمر: 7] ”Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az-Zumar: 7) Dan seorang mukmin di samping ia bersemangat dalam melakukan ketaatan, dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagai macam ibadah, ia juga khawatir dan takut kalau-kalau amalannya tidak diterima. Hal ini bisa kita lihat dalam hadits di atas. Jadi seorang mukmin tidak berlebihan dalam rasa percaya dirinya kalau amalannya diterima, namun dia merasa takut kalau amalannya tertolak dan sekaligus berharap supaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima selurh amalan ibadahnya. Diberikan Taufiq (Ilham) Untuk Melakukan Amalan Shalih Lain Setelahnya Sesungguhnya di antara tanda diterimanya amalan ketaatan seseorang adalah ia diberikan taufiq untuk melakukan ketaatan setelahnya, dan di antara tanda diterimanya amalan kebaikan adalah diberikannya taufiq untuk melakukan kebaikan setelahnya, karena kebaikan akan berkata:”Saudarku-saudaraku (kemarilah). Dan ini salah satu bentuk rahmat dan kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mana Dia memuliakan hamba-Nya jika ia melakukan kebaikan dan mengikhlaskannya Dia akan membukakan untuk hamba tersebut pintu kebaikan yang lain supaya hamba tersebut semakin dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka amal shalih ibarat sebuah pohon yang baik, yang membutuhkan siraman dan pemeliharaan supaya ia tumbuh dan kokoh dan kemudaian berbuah. Dan perkara penting yang kita butuhkan adalah memperhatikan amalan shalih kita yang t elah kita amalkan, lalu kita menjaganya (merutinkannya) dan menambahnya sedikit demi sedikit. Dan inilah makna istiqamah. Menganggap Kecil Amalannya dan Tidak Merasa Ujub dan Tepedaya Dengannya Sesungguhnya seorang hamba yang beriman sekalipun ia mengerjakan dan mempersembahkan banyak amal shalih, namun amalan shalih itu semua belum cukup untuk menunaikan syukur salah satu nikmat Allah yang ada pada diri kita, seperti nikmat pendengaran, penglihatan, ucapan dan lain-lain. Dan juga dengan amalannya tersebut ia belum menunaikan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena hak-hak Allah lebih besar dari itu. Oleh sebab itu salah satu sifat hamba yang ikhlash adalah mereka menganggap kecil amalannya, dan menganggapnya tidak ada apa-apanya. Hal itu supaya ia tidak merasa ujub (bangga diri) dengan amalannya, dan agar ia tidak terpedaya dengannya yang akhirnya dapat menghapuskan pahalanya dan membuatnya malas untuk melakukan amal shalih yang lain. Di antara hal yang bisa membantu supaya seseorang menganggap kecil amalannya adalah dengan ma’rifatullah (mengenal Allah), melihat nikmat-Nya, mengingat-ingat dosanya dan kekurangannya (dalam menunaikan hak Allah). Dan supaya ia juga memperhatikan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berwasiat kepada Nabi-Nya dengan hal itu, setelah Dia memerintahkan kepada Nabi-Nya dengan beerapa perintah, Dia berfirman: ) يا أيها المدثر. قم فأنذر. وربك فكبر. وثيابك فطهر. والرجز فاهجر. ولاتمنن تستكثر) ” Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” (QS. Al-Mudatstsir: 1-6) Dan di antara makna ayat di atas adalah apa yang dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri rahimahullah;”Janganlah engkau mengungkit-ungkit amalanmu (ibadahmu) terhadap Rabbmudan engkau berharap balasan yang lebih banyak.” Mencintai Ketaatan dan Membenci Kemaksiatan Di antara ciri amalan yang diterima adalah Allah menjadikan hati pelakunya mencintai kebaikan, sehingga hatinya pun cinta dan merasa nyaman dan tenang dengan kebaikan tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: )الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ )الرعد28 ” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”(QS. Ar-Ra’d: 28) Dan di antara tanda diterimanya amalan adalah seseorang membenci kemaksiatan dan membenci untuk mendekati kemaksiatan, dan ia pun berdoa kepada Allah agar Dia menjauhkannya dari kemaksiatang seraya mengucapkan: اللهم حبب إليَّ الإيمان وزينه في قلبي وكرَّه إليَّ الكفر والفسوق والعصيان واجعلني من الراشدين. Banyak Berharap dan Berdoa Dimudahkan Untuk Melakukan Ketaatan dan Menjauhi Kemaksiatan Subhanallah jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amalan ketaatanmu, maka Allah akan memudahkanmu untuk melakukan ketaatan yang lainnya, bahkan Dia akan menjauhkanmu dari kemaksiatan sekalipun engkau berusaha mendekatinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: (فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى{5} وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى{6} فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى{7} وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى{8} وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى{9} فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى{10})4-10 الليل ” Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.”(QS. Al-Lail: 5-10) Mencintai Orang Shalih dan Membenci Ahl Maksiat Banyak Beristighfar Kontinyu Dalam Melakukan Amal Shalih Dan di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah merutinnkan sebuah amalan. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: (كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا عمل عملاً أثبته) رواه مسلم. ”Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melakukan amalan beliau akan menetapinya (merutinkannya).” (HR. Muslim) Dan amalan yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya adalah amalan yang dirutinkan, sekalipun sedikit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ( أحب الأعمال إلى الله أدومها وإن قل). متفق عليه. ”Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dirutinkan, sekalipun sedikit.”(Muttafaq ‘alaihi) أسأل الله جل وتعالى أن يجعلني وإياكم وجميع إخواننا المسلمين من المقبولين، ممن تقبل الله صيامهم وقيامهم وحجهم وجميع طاعاتهم وكانوا من عتقائه من النار. (Sumber: علامات قبول الطاعة karya Amir bin Muhammad, Imam dan Khatib Masjid al-Iman Yaman di http://www.saaid.net/Doat/ameer/55.htm.

Read more at: http://wahdah-banggai.blogspot.com/2011/09/khawatir-amalannya-tidak-diterima.html
Copyright wahdah-banggai.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Khawatir Amalannya Tidak Diterima (Renungan Syawwal) Dpc Wibanggai Dari Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: "وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ": قَالَتْ عَائِشَةُ: أَهُمْ الَّذِينَ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ وَيَسْرِقُونَ؟ قَالَ: "لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ، أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ". رواه الترمذي (3175) ، وصححه الألباني (صحيح سنن الترمذي، 287/3(. ”Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ayat ini (al-Mu’minun ayat 60) ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:”Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamr (minuman keras) dan mencuri?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Bukan, wahai anak perempuan ash-Shiddiq (Abu Bakar). Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat dan sedekah, dan mereka khawatir amalan mereka tidak diterima. Mereka itulah orag-orag yang bersegera dalam kebaikan.” (HR. Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi (3/287)) Al-‘Alamah al-Mubarkafuury rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ at-Tirmidzi berkata: Makna {وَاَلَّذِينَ يُؤْتُونَ} yaitu orang-orang yang memberi. {مَا آتَوْا} maksudnya, apa yang teelah mereka berikan berupa sedekah dan amalal-amalan shalih. Makna {وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ} maksudnya, mereka takut (khawatir) kalau amalan mereka tidak diterima. Dan setelah itu {أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ}(Sesungguhnya hanya kepada Rabb merekalah mereka akan kembali) maksudnya, karena mereka yakin bahwa hanya kepada Allah mereka akan kembali. Sabda Nabi {أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ} demikianlah redaksi dalam riwayat ini. Dan yang ada dalam al-Qur’an {أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ} maksudnya, mereka bersegera untuk melakukan amalan-amalan shalih. {وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ} (dan mereka bersegera untuk kebaikan) maksudnya dalam ilmu Allah. Ada yang mengatakan: Karena kebaikan-kebaikan itulah ia mendahului (orang lain) menuju Surga atau karenan kebaikan-kebaikan itu mereka mendahului (mengungguli) manusia. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:”Kebahagiaan dari Allah lebih dahulu mereka dapatkan.” Dari penjelasan di atas sudah menjadi keharusan bagi kita untuk khawatir kalau-kalau amalan-amalan kita tidak diterima, dan kita juga seharusnya khwatir kalau-kalau ibadah puasa Ramadhan kita tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan seperti sebagian manusia yang mereka tidak bersemangat untuk menjadikan amalan (ketaatan) mereka diterima. Karena sesungguhnya diberikan taufiq (kemudahan) oleh Allah untuk melakukan amalan shalih adalah kenikmatan yang besar, namun kenikmatan tersebut tidak akan sempurna kecuali dengan kenikmatan yang lebih besar dari itu, yaitu nikmat diterimanya amalan tersebut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika seorang hamba mengetahui bahwa amalannya bisa tertolak (tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) dikarenakan banyak hal, maka sudah seharusnya pengetahuan tentang sebab-sebab diterimanya amalan menjadi hal yang paling penting untuk diketahui. Lalu jika ia mendapatkan hal itu ada pada dirinya, ia pun memuji Allah dan bertahan dan terus menerus pada amalan tersebut, dan jika ia tidak mendapatkannya maka hendaklah yang menjadi prioritasnya mulai dari sekarang adalah melakukan sebab-sebab itu dan mengikhlaskannya semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lantas apa sebab-sebab diterimanya amal atau apa ciri-ciri dari orang yang diterima amalannya? Di antara ciri-cirinya adalah: Tidak Kembali Melakukan Dosa Setelah Melakukan Ketaatan Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata:”Barang siapa yang beristighfar dengan lisannya, namun hatinya terikat dengan maksiat, tekadnya ingin kembali melakukannya (maksiat) setelah bulan (Ramadhan) lewat. Maka tertolak puasanya, dan pintu penerimaan amal tertutup untuknya.” Rasa Khawatir Jika Amalannya Tertolak Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak butuh dengan ketaatan kita dan ibadah kita, Dia berfirman: وَمَن يَشْكُرْ فَإنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ) [لقمان: 12]، ”Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Luqman: 12) Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: (إن تَكْفُرُوا فَإنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ) [الزمر: 7] ”Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az-Zumar: 7) Dan seorang mukmin di samping ia bersemangat dalam melakukan ketaatan, dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagai macam ibadah, ia juga khawatir dan takut kalau-kalau amalannya tidak diterima. Hal ini bisa kita lihat dalam hadits di atas. Jadi seorang mukmin tidak berlebihan dalam rasa percaya dirinya kalau amalannya diterima, namun dia merasa takut kalau amalannya tertolak dan sekaligus berharap supaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima selurh amalan ibadahnya. Diberikan Taufiq (Ilham) Untuk Melakukan Amalan Shalih Lain Setelahnya Sesungguhnya di antara tanda diterimanya amalan ketaatan seseorang adalah ia diberikan taufiq untuk melakukan ketaatan setelahnya, dan di antara tanda diterimanya amalan kebaikan adalah diberikannya taufiq untuk melakukan kebaikan setelahnya, karena kebaikan akan berkata:”Saudarku-saudaraku (kemarilah). Dan ini salah satu bentuk rahmat dan kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mana Dia memuliakan hamba-Nya jika ia melakukan kebaikan dan mengikhlaskannya Dia akan membukakan untuk hamba tersebut pintu kebaikan yang lain supaya hamba tersebut semakin dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka amal shalih ibarat sebuah pohon yang baik, yang membutuhkan siraman dan pemeliharaan supaya ia tumbuh dan kokoh dan kemudaian berbuah. Dan perkara penting yang kita butuhkan adalah memperhatikan amalan shalih kita yang t elah kita amalkan, lalu kita menjaganya (merutinkannya) dan menambahnya sedikit demi sedikit. Dan inilah makna istiqamah. Menganggap Kecil Amalannya dan Tidak Merasa Ujub dan Tepedaya Dengannya Sesungguhnya seorang hamba yang beriman sekalipun ia mengerjakan dan mempersembahkan banyak amal shalih, namun amalan shalih itu semua belum cukup untuk menunaikan syukur salah satu nikmat Allah yang ada pada diri kita, seperti nikmat pendengaran, penglihatan, ucapan dan lain-lain. Dan juga dengan amalannya tersebut ia belum menunaikan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena hak-hak Allah lebih besar dari itu. Oleh sebab itu salah satu sifat hamba yang ikhlash adalah mereka menganggap kecil amalannya, dan menganggapnya tidak ada apa-apanya. Hal itu supaya ia tidak merasa ujub (bangga diri) dengan amalannya, dan agar ia tidak terpedaya dengannya yang akhirnya dapat menghapuskan pahalanya dan membuatnya malas untuk melakukan amal shalih yang lain. Di antara hal yang bisa membantu supaya seseorang menganggap kecil amalannya adalah dengan ma’rifatullah (mengenal Allah), melihat nikmat-Nya, mengingat-ingat dosanya dan kekurangannya (dalam menunaikan hak Allah). Dan supaya ia juga memperhatikan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berwasiat kepada Nabi-Nya dengan hal itu, setelah Dia memerintahkan kepada Nabi-Nya dengan beerapa perintah, Dia berfirman: ) يا أيها المدثر. قم فأنذر. وربك فكبر. وثيابك فطهر. والرجز فاهجر. ولاتمنن تستكثر) ” Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” (QS. Al-Mudatstsir: 1-6) Dan di antara makna ayat di atas adalah apa yang dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri rahimahullah;”Janganlah engkau mengungkit-ungkit amalanmu (ibadahmu) terhadap Rabbmudan engkau berharap balasan yang lebih banyak.” Mencintai Ketaatan dan Membenci Kemaksiatan Di antara ciri amalan yang diterima adalah Allah menjadikan hati pelakunya mencintai kebaikan, sehingga hatinya pun cinta dan merasa nyaman dan tenang dengan kebaikan tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: )الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ )الرعد28 ” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”(QS. Ar-Ra’d: 28) Dan di antara tanda diterimanya amalan adalah seseorang membenci kemaksiatan dan membenci untuk mendekati kemaksiatan, dan ia pun berdoa kepada Allah agar Dia menjauhkannya dari kemaksiatang seraya mengucapkan: اللهم حبب إليَّ الإيمان وزينه في قلبي وكرَّه إليَّ الكفر والفسوق والعصيان واجعلني من الراشدين. Banyak Berharap dan Berdoa Dimudahkan Untuk Melakukan Ketaatan dan Menjauhi Kemaksiatan Subhanallah jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amalan ketaatanmu, maka Allah akan memudahkanmu untuk melakukan ketaatan yang lainnya, bahkan Dia akan menjauhkanmu dari kemaksiatan sekalipun engkau berusaha mendekatinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: (فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى{5} وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى{6} فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى{7} وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى{8} وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى{9} فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى{10})4-10 الليل ” Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.”(QS. Al-Lail: 5-10) Mencintai Orang Shalih dan Membenci Ahl Maksiat Banyak Beristighfar Kontinyu Dalam Melakukan Amal Shalih Dan di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah merutinnkan sebuah amalan. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: (كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا عمل عملاً أثبته) رواه مسلم. ”Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melakukan amalan beliau akan menetapinya (merutinkannya).” (HR. Muslim) Dan amalan yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya adalah amalan yang dirutinkan, sekalipun sedikit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ( أحب الأعمال إلى الله أدومها وإن قل). متفق عليه. ”Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dirutinkan, sekalipun sedikit.”(Muttafaq ‘alaihi) أسأل الله جل وتعالى أن يجعلني وإياكم وجميع إخواننا المسلمين من المقبولين، ممن تقبل الله صيامهم وقيامهم وحجهم وجميع طاعاتهم وكانوا من عتقائه من النار. (Sumber: علامات قبول الطاعة karya Amir bin Muhammad, Imam dan Khatib Masjid al-Iman Yaman di http://www.saaid.net/Doat/ameer/55.htm.

Read more at: http://wahdah-banggai.blogspot.com/2011/09/khawatir-amalannya-tidak-diterima.html
Copyright wahdah-banggai.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Khawatir Amalannya Tidak Diterima (Renungan Syawwal) Dpc Wibanggai Dari Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: "وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ": قَالَتْ عَائِشَةُ: أَهُمْ الَّذِينَ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ وَيَسْرِقُونَ؟ قَالَ: "لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ، أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ". رواه الترمذي (3175) ، وصححه الألباني (صحيح سنن الترمذي، 287/3(. ”Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ayat ini (al-Mu’minun ayat 60) ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:”Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamr (minuman keras) dan mencuri?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Bukan, wahai anak perempuan ash-Shiddiq (Abu Bakar). Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat dan sedekah, dan mereka khawatir amalan mereka tidak diterima. Mereka itulah orag-orag yang bersegera dalam kebaikan.” (HR. Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi (3/287)) Al-‘Alamah al-Mubarkafuury rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ at-Tirmidzi berkata: Makna {وَاَلَّذِينَ يُؤْتُونَ} yaitu orang-orang yang memberi. {مَا آتَوْا} maksudnya, apa yang teelah mereka berikan berupa sedekah dan amalal-amalan shalih. Makna {وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ} maksudnya, mereka takut (khawatir) kalau amalan mereka tidak diterima. Dan setelah itu {أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ}(Sesungguhnya hanya kepada Rabb merekalah mereka akan kembali) maksudnya, karena mereka yakin bahwa hanya kepada Allah mereka akan kembali. Sabda Nabi {أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ} demikianlah redaksi dalam riwayat ini. Dan yang ada dalam al-Qur’an {أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ} maksudnya, mereka bersegera untuk melakukan amalan-amalan shalih. {وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ} (dan mereka bersegera untuk kebaikan) maksudnya dalam ilmu Allah. Ada yang mengatakan: Karena kebaikan-kebaikan itulah ia mendahului (orang lain) menuju Surga atau karenan kebaikan-kebaikan itu mereka mendahului (mengungguli) manusia. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:”Kebahagiaan dari Allah lebih dahulu mereka dapatkan.” Dari penjelasan di atas sudah menjadi keharusan bagi kita untuk khawatir kalau-kalau amalan-amalan kita tidak diterima, dan kita juga seharusnya khwatir kalau-kalau ibadah puasa Ramadhan kita tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan seperti sebagian manusia yang mereka tidak bersemangat untuk menjadikan amalan (ketaatan) mereka diterima. Karena sesungguhnya diberikan taufiq (kemudahan) oleh Allah untuk melakukan amalan shalih adalah kenikmatan yang besar, namun kenikmatan tersebut tidak akan sempurna kecuali dengan kenikmatan yang lebih besar dari itu, yaitu nikmat diterimanya amalan tersebut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika seorang hamba mengetahui bahwa amalannya bisa tertolak (tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) dikarenakan banyak hal, maka sudah seharusnya pengetahuan tentang sebab-sebab diterimanya amalan menjadi hal yang paling penting untuk diketahui. Lalu jika ia mendapatkan hal itu ada pada dirinya, ia pun memuji Allah dan bertahan dan terus menerus pada amalan tersebut, dan jika ia tidak mendapatkannya maka hendaklah yang menjadi prioritasnya mulai dari sekarang adalah melakukan sebab-sebab itu dan mengikhlaskannya semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lantas apa sebab-sebab diterimanya amal atau apa ciri-ciri dari orang yang diterima amalannya? Di antara ciri-cirinya adalah: Tidak Kembali Melakukan Dosa Setelah Melakukan Ketaatan Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata:”Barang siapa yang beristighfar dengan lisannya, namun hatinya terikat dengan maksiat, tekadnya ingin kembali melakukannya (maksiat) setelah bulan (Ramadhan) lewat. Maka tertolak puasanya, dan pintu penerimaan amal tertutup untuknya.” Rasa Khawatir Jika Amalannya Tertolak Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak butuh dengan ketaatan kita dan ibadah kita, Dia berfirman: وَمَن يَشْكُرْ فَإنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ) [لقمان: 12]، ”Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Luqman: 12) Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: (إن تَكْفُرُوا فَإنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ) [الزمر: 7] ”Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az-Zumar: 7) Dan seorang mukmin di samping ia bersemangat dalam melakukan ketaatan, dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagai macam ibadah, ia juga khawatir dan takut kalau-kalau amalannya tidak diterima. Hal ini bisa kita lihat dalam hadits di atas. Jadi seorang mukmin tidak berlebihan dalam rasa percaya dirinya kalau amalannya diterima, namun dia merasa takut kalau amalannya tertolak dan sekaligus berharap supaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima selurh amalan ibadahnya. Diberikan Taufiq (Ilham) Untuk Melakukan Amalan Shalih Lain Setelahnya Sesungguhnya di antara tanda diterimanya amalan ketaatan seseorang adalah ia diberikan taufiq untuk melakukan ketaatan setelahnya, dan di antara tanda diterimanya amalan kebaikan adalah diberikannya taufiq untuk melakukan kebaikan setelahnya, karena kebaikan akan berkata:”Saudarku-saudaraku (kemarilah). Dan ini salah satu bentuk rahmat dan kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mana Dia memuliakan hamba-Nya jika ia melakukan kebaikan dan mengikhlaskannya Dia akan membukakan untuk hamba tersebut pintu kebaikan yang lain supaya hamba tersebut semakin dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka amal shalih ibarat sebuah pohon yang baik, yang membutuhkan siraman dan pemeliharaan supaya ia tumbuh dan kokoh dan kemudaian berbuah. Dan perkara penting yang kita butuhkan adalah memperhatikan amalan shalih kita yang t elah kita amalkan, lalu kita menjaganya (merutinkannya) dan menambahnya sedikit demi sedikit. Dan inilah makna istiqamah. Menganggap Kecil Amalannya dan Tidak Merasa Ujub dan Tepedaya Dengannya Sesungguhnya seorang hamba yang beriman sekalipun ia mengerjakan dan mempersembahkan banyak amal shalih, namun amalan shalih itu semua belum cukup untuk menunaikan syukur salah satu nikmat Allah yang ada pada diri kita, seperti nikmat pendengaran, penglihatan, ucapan dan lain-lain. Dan juga dengan amalannya tersebut ia belum menunaikan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena hak-hak Allah lebih besar dari itu. Oleh sebab itu salah satu sifat hamba yang ikhlash adalah mereka menganggap kecil amalannya, dan menganggapnya tidak ada apa-apanya. Hal itu supaya ia tidak merasa ujub (bangga diri) dengan amalannya, dan agar ia tidak terpedaya dengannya yang akhirnya dapat menghapuskan pahalanya dan membuatnya malas untuk melakukan amal shalih yang lain. Di antara hal yang bisa membantu supaya seseorang menganggap kecil amalannya adalah dengan ma’rifatullah (mengenal Allah), melihat nikmat-Nya, mengingat-ingat dosanya dan kekurangannya (dalam menunaikan hak Allah). Dan supaya ia juga memperhatikan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berwasiat kepada Nabi-Nya dengan hal itu, setelah Dia memerintahkan kepada Nabi-Nya dengan beerapa perintah, Dia berfirman: ) يا أيها المدثر. قم فأنذر. وربك فكبر. وثيابك فطهر. والرجز فاهجر. ولاتمنن تستكثر) ” Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” (QS. Al-Mudatstsir: 1-6) Dan di antara makna ayat di atas adalah apa yang dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri rahimahullah;”Janganlah engkau mengungkit-ungkit amalanmu (ibadahmu) terhadap Rabbmudan engkau berharap balasan yang lebih banyak.” Mencintai Ketaatan dan Membenci Kemaksiatan Di antara ciri amalan yang diterima adalah Allah menjadikan hati pelakunya mencintai kebaikan, sehingga hatinya pun cinta dan merasa nyaman dan tenang dengan kebaikan tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: )الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ )الرعد28 ” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”(QS. Ar-Ra’d: 28) Dan di antara tanda diterimanya amalan adalah seseorang membenci kemaksiatan dan membenci untuk mendekati kemaksiatan, dan ia pun berdoa kepada Allah agar Dia menjauhkannya dari kemaksiatang seraya mengucapkan: اللهم حبب إليَّ الإيمان وزينه في قلبي وكرَّه إليَّ الكفر والفسوق والعصيان واجعلني من الراشدين. Banyak Berharap dan Berdoa Dimudahkan Untuk Melakukan Ketaatan dan Menjauhi Kemaksiatan Subhanallah jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amalan ketaatanmu, maka Allah akan memudahkanmu untuk melakukan ketaatan yang lainnya, bahkan Dia akan menjauhkanmu dari kemaksiatan sekalipun engkau berusaha mendekatinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: (فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى{5} وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى{6} فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى{7} وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى{8} وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى{9} فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى{10})4-10 الليل ” Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.”(QS. Al-Lail: 5-10) Mencintai Orang Shalih dan Membenci Ahl Maksiat Banyak Beristighfar Kontinyu Dalam Melakukan Amal Shalih Dan di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah merutinnkan sebuah amalan. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: (كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا عمل عملاً أثبته) رواه مسلم. ”Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melakukan amalan beliau akan menetapinya (merutinkannya).” (HR. Muslim) Dan amalan yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya adalah amalan yang dirutinkan, sekalipun sedikit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ( أحب الأعمال إلى الله أدومها وإن قل). متفق عليه. ”Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dirutinkan, sekalipun sedikit.”(Muttafaq ‘alaihi) أسأل الله جل وتعالى أن يجعلني وإياكم وجميع إخواننا المسلمين من المقبولين، ممن تقبل الله صيامهم وقيامهم وحجهم وجميع طاعاتهم وكانوا من عتقائه من النار. (Sumber: علامات قبول الطاعة karya Amir bin Muhammad, Imam dan Khatib Masjid al-Iman Yaman di http://www.saaid.net/Doat/ameer/55.htm.

Read more at: http://wahdah-banggai.blogspot.com/2011/09/khawatir-amalannya-tidak-diterima.html
Copyright wahdah-banggai.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution

Keutamaan Puasa Syawal

Written by admin on J September 2010

Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti enam hari pada bulan Syawal, maka pahalanya sama dengan puasa satu tahun” (HR. Muslim).
Puasa enam hari pada bulan Syawal termasuk puasa sunnat. Rasulullah saw sangat menganjurkannya, sampai dalam hadits di atas pahalanya sama dengan pahala satu tahun.
Abu Hurairah berkata: “Pahalanya satu tahun, karena setiap hari pahalanya sama dengan puasa sepuluh hari. Tiga puluh hari ramadhan sama dengan tiga ratus hari ditambah enam hari bulan syawal sama dengan enam puluh hari, sehingga jumlah seluruhnya adalah tiga ratus enam puluh hari yakni satu tahun. Hal ini, karena Allah berfirman: “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya” (QS. Al-An’am: 160)”.
Puasa ini boleh dilakukan berurutan sejak tanggal dua syawal, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i, atau boleh juga tidak berurutan yang penting enam hari pada bulan Syawal sebagaimana pendapat Jumhur ulama seperti Imam Waki’ dan Imam Ahmad.
Di antara manfaat puasa Syawal ini sebagaimana dituturkan Ibnu Rajab adalah sebagai berikut:
Pertama, puasa enam hari pada bulan Syawal pahalanya sama dengan puasa satu tahun penuh sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Kedua, puasa pada bulan Syawal dan Sya’ban seperti shalat sunnat rawatib. Fungsinya untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan dalam shalat wajib. Karena, kelak pada hari Kiamat, pahala wajib dapat disempurnakan dengan amalan sunnat.
Ketiga, dengan puasa enam hari pada bulan Syawal di antara ciri puasa Ramadhannya diterima oleh Allah, karena apabila Allah menerima amal ibadah seseorang, Allah akan memudahkan orang tersebut untuk melakukan amal shaleh lainnya. Para ulama berkata: “Pahala kebaikan adalah dengan kebaikan setelahnya. Siapa yang melakukan kebaikan, lalu setelahnya diikuti dengan kebaikan lainnya, maka itu bukti diterimanya kebaikan pertama”.
Keempat, puasa enam hari di bulan Syawal di antara cara bersyukur kepada Allah. Orang yang berpuasa Ramadhan berhak mendapatkan ampunan (maghfirah) dari Allah atas segala dosa-dosanya yang telah lalu, dan tidak ada nikmat yang paling berharga selain pengampunan Allah. Karena itu, mereka yang telah berpuasa Ramadhan patut bersyukur atas nikmat ini, di antaranya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal. “Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).
Kelima, puasa enam hari pada bulan Syawal, bukti bahwa kebaikan dan amal shaleh tidak berakhir seiring berlalunya Ramadhan, akan tetapi terus berlanjut selama hidup. Seorang ulama shaleh, Bisyir, pernah ditanya tentang orang-orang yang hanya beribadah pada bulan Ramadhan, ia menjawab: “Sejahat-jahat kaum adalah mereka yang hanya mengenal dan menyembah Allah pada bulan Ramadhan saja”.
Imam as-Syibly pernah ditanya: “Mana yang paling utama; apakah bulan Sya’ban atau bulan Ramadhan?” Ia menjawab: “Jadilah hamba yang menyembah Allah (rabbaniyyan) bukan yang menyembah bulan Ramadhan (ramadhaniyyan)”.
Marilah kita mulai dari sekarang untuk melakukan puasa sunnat enam hari di bulan Syawal ini. Di tengah orang-orang asik makan minum sementara kita berpuasa, sungguh tersimpan pahala yang sangat luar biasa. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya apabila orang yang sedang berpuasa berada di tengah-tengah orang-orang berbuka, maka seluruh anggota tubuhnya bertasbih kepada Allah, serta para malaikat mendoakannya: “Ya Allah, ampunilah segala dosa dan kesalahannya serta sayangilah dia” (HR. Ibnu Majah). Semoga.

Keutamaan Puasa Syawal

Written by admin on J September 2010

Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti enam hari pada bulan Syawal, maka pahalanya sama dengan puasa satu tahun” (HR. Muslim).
Puasa enam hari pada bulan Syawal termasuk puasa sunnat. Rasulullah saw sangat menganjurkannya, sampai dalam hadits di atas pahalanya sama dengan pahala satu tahun.
Abu Hurairah berkata: “Pahalanya satu tahun, karena setiap hari pahalanya sama dengan puasa sepuluh hari. Tiga puluh hari ramadhan sama dengan tiga ratus hari ditambah enam hari bulan syawal sama dengan enam puluh hari, sehingga jumlah seluruhnya adalah tiga ratus enam puluh hari yakni satu tahun. Hal ini, karena Allah berfirman: “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya” (QS. Al-An’am: 160)”.
Puasa ini boleh dilakukan berurutan sejak tanggal dua syawal, sebagaimana pendapat Imam Syafi’i, atau boleh juga tidak berurutan yang penting enam hari pada bulan Syawal sebagaimana pendapat Jumhur ulama seperti Imam Waki’ dan Imam Ahmad.
Di antara manfaat puasa Syawal ini sebagaimana dituturkan Ibnu Rajab adalah sebagai berikut:
Pertama, puasa enam hari pada bulan Syawal pahalanya sama dengan puasa satu tahun penuh sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Kedua, puasa pada bulan Syawal dan Sya’ban seperti shalat sunnat rawatib. Fungsinya untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan dalam shalat wajib. Karena, kelak pada hari Kiamat, pahala wajib dapat disempurnakan dengan amalan sunnat.
Ketiga, dengan puasa enam hari pada bulan Syawal di antara ciri puasa Ramadhannya diterima oleh Allah, karena apabila Allah menerima amal ibadah seseorang, Allah akan memudahkan orang tersebut untuk melakukan amal shaleh lainnya. Para ulama berkata: “Pahala kebaikan adalah dengan kebaikan setelahnya. Siapa yang melakukan kebaikan, lalu setelahnya diikuti dengan kebaikan lainnya, maka itu bukti diterimanya kebaikan pertama”.
Keempat, puasa enam hari di bulan Syawal di antara cara bersyukur kepada Allah. Orang yang berpuasa Ramadhan berhak mendapatkan ampunan (maghfirah) dari Allah atas segala dosa-dosanya yang telah lalu, dan tidak ada nikmat yang paling berharga selain pengampunan Allah. Karena itu, mereka yang telah berpuasa Ramadhan patut bersyukur atas nikmat ini, di antaranya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal. “Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).
Kelima, puasa enam hari pada bulan Syawal, bukti bahwa kebaikan dan amal shaleh tidak berakhir seiring berlalunya Ramadhan, akan tetapi terus berlanjut selama hidup. Seorang ulama shaleh, Bisyir, pernah ditanya tentang orang-orang yang hanya beribadah pada bulan Ramadhan, ia menjawab: “Sejahat-jahat kaum adalah mereka yang hanya mengenal dan menyembah Allah pada bulan Ramadhan saja”.
Imam as-Syibly pernah ditanya: “Mana yang paling utama; apakah bulan Sya’ban atau bulan Ramadhan?” Ia menjawab: “Jadilah hamba yang menyembah Allah (rabbaniyyan) bukan yang menyembah bulan Ramadhan (ramadhaniyyan)”.
Marilah kita mulai dari sekarang untuk melakukan puasa sunnat enam hari di bulan Syawal ini. Di tengah orang-orang asik makan minum sementara kita berpuasa, sungguh tersimpan pahala yang sangat luar biasa. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya apabila orang yang sedang berpuasa berada di tengah-tengah orang-orang berbuka, maka seluruh anggota tubuhnya bertasbih kepada Allah, serta para malaikat mendoakannya: “Ya Allah, ampunilah segala dosa dan kesalahannya serta sayangilah dia” (HR. Ibnu Majah). Semoga.

CIRI LAILATUL QADAR

Memang benar, Ramadhan identik dengan Lailatul Qadar atau Lailatul Mubarakah (malam yang diberkahi), karena malam yang utama ini hanya ada pada Ramadhan. Sebagai malam yang utama, yang dikatakan lebih baik dari 1000 bulan atau setara 83,4 tahun (khairun min alfi syahrin/Qs. al-Qadr ayat 3), tak heran semua umat Islam berlomba-lomba mengejarnya.  

Lailatul Qadar disebut sebagai malam utama, yang khusus dirizkikan pada umat Muhammad, karena pada malam itulah kitab suci al-Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah (langit dunia). Menurut Syeikh Nawawi Banten, penurunan al-Qur’an pada malam ini bersifat jum’latan wahidatan (utuh satu al-Qur’an, yang jumlah ayatnya enam ribu lebih). Inilah yang dalam ‘ulum al-Qur’an disebut al-tanazzul al-awwal (turun tahap pertama). Dari Baitul Izzah, Jibril a.s. menurunkannya kepada Muhammad SAW di dunia tahap demi tahap selama 23 tahun, sesuai kebutuhan. Ini disebut al-tanazzul al-tsani (turun tahap kedua).

Aziz, yang dimuliakan Allah SWT. Kenapa malam itu disebut Lailatul Qadar? Menurut Syeikh Nawawi Banten dalam Marah Labid-nya (II/456), karena pada malam itu Allah SWT menetapkan takdir-takdir-Nya selama setahun, baik kematian, rizki maupun yang lain. Bahkan menurutnya, pada malam itulah Allah SWT menyerahkan mandat pengelolaan takdir-takdir itu pada mudabbiratul umur (para malaikat koordinator), yakni Israfil, Mikail, Izrail dan Jibril. Dengan demikian, keutamaan malam ini semakin kuat.

Hanya saja, tidak seorang muslimpun tahu secara persis kapan Lailatul Qadar itu terjadi. Pendapat yang masyhur mengatakan, Lailatul Qadar terjadi pada tanggal ganjil sepuluh hari akhir Ramadhan. Bisa jadi tanggal 21, 23, 25, 27, atau 29. Sebetulnya ada hikmah, kenapa kita tidak diberitahu kapan malam yang dinanti-nanti itu datang. Ya, biar ibadah kita tidak mengendor sepanjang sepuluh hari terakhir itu. Kalau kita tahu, misalnya tanggal 21, maka kita hanya sibuk ibadah pada hari itu. Pada hari lainnya, kita akan sepele, karena sudah mendapat malam 1000 bulan. Makanya Rasulullah SAW mengingatkan, pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, kita dianjurkan mengencangkan ikat pinggang untuk beribadah lebih giat lagi.

Lailatul Qadar sebetulnya hanya diketahui oleh para wali Allah SWT, yaitu mereka yang berhati jernih. Kalau orang awam, paling-paling mengetahui tanda-tanda lahiriahnya saja. Misalnya, seperti dikutip Syeikh Nawawi Banten dari Abdullah bin ‘Abbas dan Abu Muslim, Lailatul Qadar itu sunyi dari angin, tiada halilintar, tiada mara bahaya dan seterusnya. Ibn Katsir, dalam Tafsir al-Qur’an al-Adhim (IV/536) menukil sabda Rasulullah SAW tentang tanda-tandanya. Misalnya, rembulan bersinar lembut, bintang-bintang tidak bersinar (tertutup cahaya rembulan) hingga pagi hari, matahari bersinar laksana bulan purnama, dan pada hari itu setan-setan bersembunyi di sarangnya.

Demikian jawaban saya. Semoga shalat dan puasa kita diterima Allah SWT, sehingga kita diberi-Nya hadiah Lailatul Qadar. Karena ada keterangan, Lailatul Qadar diperuntukkan bagi orang-orang yang shalat dan puasanya dijalankan semata karena Allah SWT. Wa Allah a’lam.[]

Agar Puasa Diterima

Puasa sesungguhnya tidak hanya sekadar menahan diri dari makan/minum dan beberapa hal lainnya yang membatalkan puasa saja. Dalam hal ini, marilah kita perhatikan sebuah hadits, yakni dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

"Barangsiapa tidak meninggalkan perbuatan bohong dan perbuatan curang, maka Allah sama sekali tidak memerlukan perbuatannya meninggalkan makan dan minum (puasa)." (HR. Bukhari)
"Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi mereka tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga." (HR. Ahmad)

Agar puasa kita diterima di sisi Allah Swt. Yang Mahaagung, berdasarkan hadits Nabi Saw. tersebut, kita harus meninggalkan perbuatan bohong dan curang. Di sinilah sesungguhnya keindahan bagi orang-orang yang mengerjakan puasa, selain tidak makan/minum juga menjaga akhlaknya agar tidak melakukan perbuatan tercela. Alangkah ruginya apabila berpuasa dalam bulan Ramadhan hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja.

Menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik ini penting sekali. Bahkan, ketika ada orang lain berbuat tidak baik kepada kita, hal ini jangan sampai membuat kita terpengaruh untuk meladeni atau membalas perbuatan tidak baiknya. Pada saat yang seperti ini, junjungan kita Nabi Muhammad Saw. mengajarkan kepada kita untuk berkata, "Aku sedang berpuasa."

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"Tidaklah dikatakan berpuasa karena tidak makan dan tidak minum. Akan tetapi, yang dinamakan berpuasa adalah karena meninggalkan ucapan sia-sia dan perbuatan tidak senonoh. Karena itu, jika ada orang yang memakimu atau berlaku jahil kepadamu, katakanlah (kepadanya), ‘Aku sedang berpuasa. Aku sedang berpuasa." (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim)

Semakin jelas bagi kita bahwa berpuasa sesungguhnya tidak sekadar meninggalkan makan/minum dan beberapa hal lain yang membatalkan puasa saja. Berkaitan dengan hal ini, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin membagi puasa ke dalam tiga tingkatan, yakni puasa umum (awam), puasa khusus (khawas), dan puasa lebih khusus lagi (khawas al-khawas).

Puasa umum (awam) adalah puasa yang hanya menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh saja. Puasa ini adalah puasanya anak-anak atau orang pada umumnya. Tingkatan kedua adalah puasa khusus (khawas), di samping menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh, juga memelihara seluruh anggota tubuh dari perbuatan maksiat. Puasa ini adalah puasanya orang-orang yang saleh. Sedangkan tingkatan ketiga adalah puasa lebih khusus lagi (khawas al-khawas), selain menahan dari makan, minum, bersetubuh, dan seluruh anggota tubuh dari maksiat, juga menahan hati dari segala kehendak hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya dari apa-apa yang selain Allah Swt. Puasa ini adalah puasanya para nabi, orang-orang yang teguh dalam kebenaran, dan sangat dekat hubungannya dengan Allah Swt.

Amalan Pasca Ramadhan


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah dan cukuplah dengan itu, dan semoga Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada hamba-Nya yang terpilih.
Saudaraku yang tercinta..dan saudariku muslimah..
Marilah kita mengkaji kondisi kita setelah berlalunya bulan suci Ramadhan, dan marilah kita memohon kepada Nya agar bulan itu menjadi bulan yang bermanfaat bagi kita.

Pembahasan pertama: apa yang telah kita dapatkan selama berada dalam bulan suci Ramadhan??
Ramadhan yang penuh barokah telah berlalu, ia pergi bersama hari-harinya yang indah dan malam-malamnya yang semerbak. Kita telah berpisah dengan bulan Al-qur’an, bulan penuh ketaqwaan, bulan pengasah kesabaran, bulan jihad, bulan kasih sayang, bulan ampunan dan bulan keselamatan dari api neraka. Dan sudah sepatutnya jika perkara-perkara diatas itu harus diperhatikan, bukan hanya pada bulan Ramadhan saja. Karena setiap hari, setiap saat kita bisa mendapatkan kasih sayang Allah dan Ampunannya. Setiap saat, ketakwaan tetap bisa didapatkan dan berakhlaq dengan Al-qur’an. Akan tetapi pada bulan Ramadhan pahala menjadi berlipat ganda, kebaikan pun bertambah, dan ketaatan pun berkembang.
قال الله تعالى: ﴿ وَرَبُّكَ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ وَيَخۡتَارُۗ ]القصص:67[
“dan Tuhanmulah yang menciptakan apapun yang Ia kehendaki dan memilihnya” (QS. Al-qoshosh :67)
Nah, apakah kita telah menyempurnakan ketaqwaan kita, dan kita berhasil belajar di bulan Ramadhan serta mendapat predikat sebagai orang yang bertakwa??
Apakah kita telah berhasil mendidik jiwa kita segala macam bentuk jihad?? Apakah kita telah berhasil menundukkan jiwa-jiwa kita, syahwat-syahwat kita dan memperoleh kemenangan? Ataukah justru sebaiknya kita telah dikalahkan oleh kebiasaan kita, atau taqlid yang buruk?? Dan apakah kita bersungguh-sungguh dalam beramal karena ingin mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah serta selamat dari api neraka??
Apakah...apakah..dan apakah??
Begitu banyak pertanyaan, begitu sarat pemikiran, mengetuk setiap hati seorang muslim yang tulus. Jiwanya bertanya dan menjawabnya dengan jujur dan jelas.
Lalu, Apakah yang telah kita dapatkan selama bulan Ramadhan??
Ramadhan adalah sebuah sarana belajar imaniyyah, ia adalah pemberhentian spiritual untuk menyongsong kembali tahun yang tersisa, dan mempertajam kembali cita-cita di usia yang masih tersisa.
Barangsiapa yang peka terhadap pelajaran yang ada, memperhatikan, dan mampu mengambil faedahnya, pasti bisa merubah dirinya dan merubah kehidupanmu, lalu siapa yang tidak melakukannya pada bulan Ramadhan??
Padahal bulan Ramadhan adalah sarana yang tepat untuk perubahan, didalam bulan tersebut seharusnya kita bisa merubah tindak tanduk kita, perilaku kita, adat istiadat dan moral kita yang bertentangan dengan syariat Allah azza wa jalla.
قال الله تعالى: ﴿ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ  
 ] الرعد:11[
“Allah tidaklah merubah suatu kaum sehingga mereka mampu merubah diri mereka sendiri” (QS. Ar-ra’d: 11)
Pembahasan kedua : Janganlah menjadi seperti orang merusak hasil rajutannya sendiri!!!
Saudaraku yang tercinta dan saudariku muslimah..
Jika kalian termasuk orang yang bisa mengambil faedah selama bulan Ramadhan, sehingga mencapai predikat orang-orang yang bertakwa maka puasa kalian bagus, dan Shalat kalian benar-benar terjaga, dan kalian telah bersungguh-sungguh dalam memelihara jiwa kalian dibulan Ramadhan ini. Untuk itu bersukurlah Allah dengan memujinya, dan mohon agar tetap seperti itu hingga ajal menjemput.
Hati-hatilah dengan yang namanya “merusak kembali rajutan yang telah jadi”. Tidakkah kalian tahu jika seorang wanita itu merajut (menenun) benang sehingga menjadi gamis ataupun baju, hingga kemudian ia menjadi takjub setiap kali melihatnya. Lalu tiba-tiba dia memotong sebagian benangnya, dan merusak rajutannya tersebut sedikit demi sedikit tanpa sebab.

Lalu apa pendapat orang terhadap orang yang begitu??
Demikianlah keadaan orang kembali kepada kemaksiatan, dosa dan pergaulan yang tidak sehat. Mereka tidak lagi mempedulikan ketaatan kepada Allah, mereka tidak lagi beramal yang sholeh setelah Ramadhan berlalu. Setelah merasakan kenikmatan taat, dan lezatnya mendekatkan diri kepada Allah ia terjerumus kembali kedalam lumpur dosa dalam lembah kemaksiatan. Maka amatlah buruk mereka yang hanya mengenal Allah ketika bulan Ramadhan saja.
Saudaraku yang tercinta, yang demikian itu tidak asing lagi bagi kebanyakan manusia, dibawah ini sebagian contoh kecil dari sekian banyak contoh yang ada:
1.       Kita melihat kebanyakan manusia sudah melalaikan kembali pentingnya shalat berjamaah meskipun baru hari pertama setelah hari raya, padahal sebelumnya mereka memadati masjid-masjid untuk shalat tarawih yang jelas-jelas shalat itu hukumnya sunnah. Sementara untuk shalat lima waktu yang wajib dan bahkan orang yang meninggalkannya dihukumi kafir masih jarang sekali peminatnya.
2.       Merayakan berlalunya bulan Ramadhan (ied) dengan musik-musik dan film, berdandan dan berhias, campur baur antar laki-laki dan perempuan bersama-sama pergi ke tempat-tempat hiburan dan taman, penyelewengan dan seterusnya..
3.       Sebagian yang lain mereka pergi keluar negeri dengan tujuan untuk bermaksiat kepada Allah. Sendiri ataupun beramai-ramai, mereka berbondong-bondong menyerbu konter-konter pelayanan untuk membeli tiket ke negara-negara kafir, yang bejat dan rusak dan sebagainya. Apakah ini yang dinamakan mensyukuri nikmat??
Beginikah caranya mengakhiri bulan yang mulia ini dan mensyukuri berlalunya puasa dan shalat tarawih?? Apakah begini ciri-cirinya orang yang ibadahnya di bulan Ramadhan itu diterima?? Justru sebaliknya, hal itu justru menjerumuskan dalam ingkar nikmat serta tidak mensyukurinya.
Begitulah kiranya, jika ibadah mereka dibulan Ramadhan tidak diterima oleh Allah azza wa jalla, semoga Allah menghindarkan kita dari hal itu. karena jika mereka adalah seorang yang berpuasa dengan sebenar-benarnya puasa, mereka bergembira dengan datangnya hari raya idul fitri, mereka menuji dan bersyukur kepada Allah atas paripurnanya puasa. Disamping itu juga mereka sedih dan menangis karena takut jikalau puasa mereka tidak diterima. Sebagaimana yang dulu pernah dilakukan oleh ulama’ salaf, mereka menangisi bulan Ramadhan selama enam bulan setelahnya, dan memohon supaya amalannya diterima.
Dan termasuk tanda jika amalan selama bulan puasa itu diterima adalah perubahan yang terlihat, yaitu menjadi lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Serta semakin bersemangat dalam ketaatan kepada Allah azza wa jalla. Sebagaimana ayat Allah:
قال الله تعالى: ﴿  وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ ﴾ ]إبراهيم:7[
“ ketika Tuhan kalian menyerukan, jika kalian bersyukur tentu aku akan menambahkannya dengan lebih banyak” (QS. Ibrohim :7)
Yaitu tambahan kebaikan dalam kepekaan dan mentalitas. Yang berarti juga bertambah keimanan dan amal solehnya. Karena jika seorang hamba itu bersyukur kepada Tuhannya tentu ia akan bertambah semangat dalam melaksanakan kebaikan dan ketaatan. Dan berusaha sekuat mungkin dalam meninggalkan kemaksiatan. Karena syukur adalah meninggalkan maksiat, begitulah ulama’ salaf bersikap.
Pembahasan ketiga : beribadahlah kepada Allah hingga ajal menjemput !!
Sebagai seorang hamba, sudah semestinya senantiasa taat kepada Allah azza wa jalla, tenang diatas aturan-aturannya dan lurus menapaki agama-Nya. Tidak berjalan kesana kemari tanpa arah tujuan, tidak beribadah kepada Allah di salah satu bulan namun tidak di bulan yang lainnya, beribadah di suatu tempat namun tidak lagi di tempat yang lain, beribadah ketika bersama dengan orang-orang namun tidak ketika bersama dengan orang-orang yang lainnya. Tidakk!! Seribu kali tidak!
Karena sesungguhnya Tuhan Bulan Ramadhan juga sama dengan bulan-bulan yang lainnya. Dia adalah Tuhannya hari, Tuhan di segala waktu dan tempat. Maka dari itu beristiqomahlah (tetap beribadah) kepada Allah hingga ajal menjemput kita sedangkan Dia ridho akan hal itu. Allah ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿  فَٱسۡتَقِمۡ كَمَآ أُمِرۡتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ ]هود :112 [
“Istiqomahlah, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang orang yang taubat bersamamu” (QS. hud :112)
Dan juga :
قال الله تعالى: ﴿ فَٱسۡتَقِيمُوٓاْ إِلَيۡهِ وَٱسۡتَغۡفِرُوهُۗ ]فصلت :6 [
“Maka Istiqomahlah kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya” (QS. Fushilat: 6)
Rasulullah –sallalllahu ‘alaihi wasallam- juga bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( قل آمنت بالله ثم استقم )) [رواه مسلم].  
 “katakanlah, aku beriman kepada Allah kemudian Istiqomahlah” (HR. Imam Muslim)
Jika memang puasa wajib telah usai, bukankah masih ada puasa-puasa yang sunnah?? Semisal puasa enam hari bulan Syawal, puasa Senin Kamis, puasa Ayyaamul Bidh, puasa ‘Asyura’, puasa ‘Arofah dan sebagainya.
Jika shalat tarawih telah selesai, bukankah masih ada shalat malam yang sangat lainnya?
قال الله تعالى: ﴿ كَانُواْ قَلِيلٗا مِّنَ ٱلَّيۡلِ مَا يَهۡجَعُونَ ١٧]الذاريات:17[
“ dan ketika malam hari, waktu tidur mereka sangatlah sebentar” (QS. Adz-Dzariyaat: 17)
Dan jika tidak ada lagi zakat fitrah, bukankah masih banyak pintu lain?. Disetiap bulan selalu terbuka pintu-pintu sodaqoh, mendekatkan diri kepada Allah, jihad dan banyak lagi yang lainnya.
Sedangkan membaca Al-Qur’an dan mendalaminya tidak khusus pada bulan Ramadhan saja, bahkan setiap saat dianjurkan.
Begitulah seharusnya…beramal soleh itu bisa kapan saja, setiap saat, setiap waktu, maka bersungguh-sungguh untuk meraihnya wahai saudaraku. Dan janganlah kau pupuk kemalasan dan kelemahan kalian. Meskipun kalian enggan melakukan ibadah-ibadah sunnah, akan tetapi tidak boleh meninggalkan ibadah-ibadah wajib dan meremehkannya selamanya. Seperti shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah dan lainnya.
Namun jangan pula terjerumus dalam keharaman, baik itu perkataan yang haram, makanan dan minuman haram, melihat sesuatu yang diharamkan dan mendengarkan hal-hal yang diharamkan.
Maka Allahlah naungan istiqomah kalian di dalam agama setiap saat. Malaikat maut yang akan datang kepada kalian tidak pernah diketahui kapan waktunya. Berhati-hatilah, jangan sampai kita menghadap-Nya sedangkan kita dalam keadaan bermaksiat.
Wahai dzat yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hati-hati kami dijalan agamamu

Pembahasan ke empat : Hari Raya Idul Fitri
Ada beberapa hal yang disyariatkan ketika hari raya idul fitri, diantaranya adalah:
1.       Zakat Fitrah sebelum Shalat ied, berupa 1 Sho’ gandum, kurma, kismis, beras dan makanan pokok lainnya, baik itu tua ataupun muda, laki-laki, perempuan, budak ataupun orang yang bebas asalkan mereka muslim.
2.       Makan beberapa korma atau satu korma sebelum berangkat ke tempat shalat ied
3.       Shalat berjamaah, menyimak Khotbah, dan para wanitapun ikut menyaksikannya.
4.       Jika memungkinkan hendaknya berjalan kaki saja ketika menuju kelapangan sambil mengucap kalimat takbir, “Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallahu, Allahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamdu” untuk laki-laki hendaknya dikeraskan suaranya.
5.       Mandi dan memakai wangi-wangian buat yang laki-laki, memakai pakaian yang paling bagus namun tidak berlebih-lebihan dan tidak isbal (memakai pakaian yang menjulur hingga dibawah mata kaki), dan tidak berhias diri dengan mencukur jenggot karena itu adalah haram hukumnya, adapun bagi perempuan maka hendaknya tidak mempercantik diri yang berlebihan( tabarrujj), tidak memakai wangi-wangian ketika hendak pergi ke tempat shalat, karena sangatlah tidak pantas jika ketaatan kepada Allah harus dibarengi dengan maksiat kepada Allah yaitu bertabarruj, memakai wangi-wangian dihadapan para lelaki.
6.       Silaturrahmi, berkunjung kerumah kerabat, menjernihkan hati dan membersihkannya kebencian, hasad, dan ketidaksukaan dan semacamnya
7.       Menyantuni fakir miskin dan anak anak yatim, bantulah mereka, sisihkan sebagian kebahagiaan yang kita miliki untuk mereka
8.       Boleh mengucapkan kalimat selamat hari raya dengan ucapan “taqobballahu minna wa minka” sebagai mana ulama’ ulama’ terdahulu
9.       Jika telah usai hari raya maka segeralah penuhi tanggungan puasa yang sempat absen dibulan puasa, atau segera lah berpuasa syawal bagi yang tidak punya hutang puasa Ramadhan karena puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal seperti berpuasa setahun penuh.
Dan yang terakhir..
Marilah, kita kembali bersungguh-sungguh didalam mengamalkan kebaikan. Jadikan hari raya ini terisi oleh perasaan takut dan berharap. Takut kalau saja amalan kita tidak diterima, dan berharap semoga amalan kita diterima oleh Allah azza wa jalla. Jadikanlah hari raya sebagai momentum untuk menyerahkan semuanya kepada Allah azza wa jalla. Karena ada diantara kita yang beruntung namun ada pula yang tidak.
Wuhaib bin Ar-rod melewati suatu kaum yang bermain dan bersenang-senang dihari raya, maka beliau berkata kepada mereka: “sungguh mengherankan, jika memang ibadah kalian telah diterima oleh Allah azza wa jalla apakah begini ungkapan orang-orang yang bersyukur?? apalagi jika memang ibadah kalian tidak diterima oleh Allah azza wa jalla, apakah begini ungkapan orang-orang yang ketakutan??”.
Lalu bagaimana dengan zaman kita saat ini yang segan lagi mengamalkan seuatu hal yang sia-sia dan menyimpang, bahkan menantang Allah dengan bermaksiat dihari raya..??
Semoga Allah menerima segala ibadahku dan ibadah kalian, puasa, shalat dan seluruh amalan. Dan menjadikan hari raya ini, hari raya yang penuh kebahagiaan, dan masih memberikan kesempatan lagi untuk berjumpa dengan Ramadhan dibanyak kesempatan, dan kita telah menjadi sosok yang lebih baik dari sebelumnya, keadaan kita telah bertambah baik, pemimpin kita telah mulia, dan kembali ke jelan Allah dengan sebenar-benarnya..
Amin ya Allah..