Senin, 28 April 2014

Wajah Buram Pendidikan Formal di Indonesia




Dalam dunia pendidikan, pendidikan formal senantiasa menjadi perhatian besar terutama dalam hubungannya dengan wajah dunia pendidikan formal di Indonesia. Akhir-akhir ini wajah dunia pendidikan sedang mendapatkan sorotan yang berkesinambungan sehubungan dengan perilaku oknum-oknum penyelenggara pendidikan yang tidak bertanggung jawab seperti tidak disiplinnya pejabat pelaku pendidikan, perilaku asusila oknum tenaga pendidik kepada peserta didiknya, dan masih banyak lagi sorotan negatif yang hinggap di tubuh pendidikan formal Indonesia. Seyogyanya pendidikan berperan sebagai alat untuk mengembangkan potensi peserta didik seperti yang dinyatakan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2011:124), bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sejalan dengan definisi pendidikan diatas, pendidikan seharusnya menjadi alat untuk mengembangkan potensi peserta didik. Hal ini sesuai juga dengan yang termaktub dalam tujuan pendidikan nasional. Pendidikan yang sangat berperan dalam hal ini adalah pendidikan formal. Menurut Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (2011:6), bahwa pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar yang dimaksud adalah Sekolah Dasar (SD), pendidikan menengah antara lain SMP/MTs dan SMA/MA, serta pendidikan tinggi yang mencangkup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.
Pendidikan formal merupakan kewajiban yang harus ditempuh oleh setiap anak bangsa. Negara memiliki cita-cita agar penerus negeri ini menghasilkan lulusan generasi yang pandai untuk melanjutkan estafet bangsa. Negeri tercinta ini sangat mendambakan putra-putri bangsa yang super, supel, tegas dan sosialis. Namun sayang, pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan formal telah bergeser menjadi sekedar formalitas semata. Kebanyakan para pembelajar menjadikan pendidikan formal sebagai formalitas, sekedar mencapai legalitas, pengakuan masyarakat, dan teman saja. Terjadinya paradigma semacam ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah sistem pendidikan yang diterapkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini baik sistem yang mengatur para pelajar maupun yang mengatur para pengajar.
Berkaitan dengan pendidikan formal, untuk saat ini pendidikan formal belum mampu menjawab tantangan di era globalisasi seperti sekarang ini. Hal ini antara lain disebabkan oleh lambannya usaha pemerintah dalam memajukan pendidikan formal di Indonesia. Lambannya keseriusan pemerintah dalam memajukan pendidikan di Indonesia sudah terlihat sejak Indonesia merdeka. Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, selama 44 tahun barulah muncul undang-undang yang mengatur tentang pendidikan di Indonesia yaitu UU No. 2 tahun 1989. Lalu kemana keseriusan pemerintah selama 44 tahun tersebut ?

Polwan berjilbab, Kenapa Tidak ?




Syariat Islam telah mewajibkan laki-laki dan wanita untuk menutup aurat, agar masing-masing bisa menjaga pandangannya. Sebab, aurat adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh terlihat, baik laki-laki maupun wanita. Sedangkan selain aurat, tidak ada larangan bagi laki-laki dan wanita untuk melihatnya dengan pandangan yang wajar. Wanita yang menampakkan sebagian atau keseluruhan aurat, berbusana tipis dan berlenggak-lenggok memamerkan bentuk tubuhnya akan mendapatkan ancaman yang sangat keras dari Allah Swt. Dengan demikian wanita wajib menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis, yaitu pakaian yang tidak memungkinkan apa yang ada dibaliknya tergambar dan terlihat, serta warna kulitnya haruslah tertutup.
Namun kini jilbab kembali menjadi perbincangan hangat baik di media cetak maupun elektronik. Busana yang digunakan untuk menutup aurat bagi wanita muslimah ini menjadi polemik dari berbagai kalangan. Institusi Polri kini menjadi pusat perhatian dari seluruh masyarakat Indonesia. Seperti kita ketahui bersama, tugas kepolisian tidak hanya diemban oleh kaum pria saja, tetapi juga menjadi tugas bagi kaum wanita. Polwan dijadikan sebagai polisi yang dapat memberikan dampak positif bagi institusi kepolisian karena penampilannya yang menarik dan keramahtamahannya.

Namun sayangnya, penulis belum pernah menemukan seorang pun polwan yang bertugas dengan mengenakan pakaian wajib bagi muslimah yaitu jilbab. padahal dengan berjilbab justru akan semakin meningkatkan citra positif bagi institusi kepolisian. Tenyata institusi kepolisian sudah mempunyai aturan mengenai pakaian dinas bagi anggota Polri. Tidak diakuinya jilbab sebagai pakaian polwan tersebut berangkat dari Surat Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang sebutan, penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri. Jadi polisi dilarang menggunakan atribut lainnya termasuk jilbab selain atribut yang sudah disepakati dalam peraturan tersebut. Peraturan tersebut wajib ditaati oleh seluruh perwira polri termasuk polwan yang muslimah.
Jika kita cermati bahwa larangan penggunaan atribut lainnya dalam hal ini jilbab jelas-jelas melanggar hak asasi manusia. Karena setiap manusia berhak menggunakan hal-hal yang berkaitan dengan agamanya masing-masing. Apalagi dalam syariat Islam menggunakan jilbab bagi wanita muslimah adalah suatu kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Maka tidak boleh ada satupun pihak yang melarang wanita untuk menggunakan jilbab. Wanita yang tidak berjilbab saja sudah mendapatkan ancaman keras dari Allah Swt., apalagi orang yang melarangnya.
Selain itu larangan penggunaan jilbab bagi polwan juga sangat bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa setiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikan kepercayaan. Tidak hanya itu, dalam Pancasila juga sudah jelas menjamin kebebasan setiap manusia untuk beribadah sesuai dengan agamanya. Hal itu terdapat pada sila pertama pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Dari sisi agama sangat tegas memberikan hukum bahwa wanita muslimah mempunyai kewajiban untuk menutupi auratnya yaitu dengan mengenakan jilbab.
Penulis bingung mengapa masih ada peraturan yang melarang masyarakat khususnya perempuan yang dilarang untuk memakai jilbab. Penulis juga sangat menyayangkan sikap Wakapolri Komjen Nana Sukarna di TV One beberapa hari yang lalu, beliau mengatakan bahwa setiap polisi baik laki-laki maupun perempuan harus menaati peraturan di institusi kepolisian termasuk tidak diperkenankannya menggunakan jilbab. Beliau juga menambahkan jika ada wanita yang tidak suka dengan peraturan ini maka lebih baik tidak usah jadi polisi. Karena menurutnya penggunaan jilbab oleh polwan akan menghambat tugas-tugasnya. Apakah ini sebuah keadilan bagi umat Islam ?
Diakhir opini ini penulis berharap kepada pihak-pihak yang terlibat secepatnya harus mengubah Surat Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tersebut agar tidak bertentangan dengan HAM, UUD 1945 dan Pancasila. Polri juga seharusnya faham bahwa kinerja polwan tidak akan terganggu meskipun polwan menggunakan jilbab karena banyak atlet yang berprestasi padahal mereka memakai jilbab. Penulis berharap kepada para pemangku kekuasaan untuk duduk bersama menyelesaikan masalah ini agar tidak berlarut-larut. Semoga institusi kepolisian dapat bertindak profesional sehingga kita dapat menyaksikan aksi polwan yang berjilbab ketika sedang bertugas.
 
salam .....chaling

Sosok Pemimpin yang Ideal

Berbicara masalah pemimpin tentu dalam benak kita timbul sebuah pertanyaan mengenai sosok pemimpin yang ideal untuk memimpin suatu daerah atau negara. Hal ini tentu sangat penting untuk kita ketahui agar kedepannya kita tidak melakukan kesalahan dalam memilih figur pemimpin di masa yang akan datang. Apalagi menjelang pemilihan kepala daerah, mak. pengetahuan mengenai sosok yang layak memimpin umat harus dimiliki oleh masyarakat yang akan dipimpin. Lalu bagaimanakah sosok pemimpin yang menjadi dambaan ummat tersebut ? Penulis akan mengulas hal tersebut secara garis besar agar dapat menjadi pedoman bagi kita dalam memilih pemimpin suatu daerah atau negara.
Sosok pemimpin yang ideal tentunya sangat erat kaitannya dengan figur Rasulullah SAW. Beliau merupakan pemimpin agama dan juga pemimpin negara. Rasulullah merupakan suri tauladan bagi semua orang, tidak hanya umat Islam saja tetapi juga seluruh manusia di bumi ini karena dalam diri beliau tersimpan kebaikan, kebaikan, dan kebaikan. Hal tersebut juga telah dijelaskan Allah dalam al-Quran surah Al-Ahzab : 21. Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat telah memberikan contoh keteladanan dalam membimbing umat ke jalan yang mensejahterakan umat secara lahir dan bathin. Beliau tidak hanya memimpin agama saja, tetapi beliau adalah sosok yang patut diteladani dalam memimpin sebuah negara.
Oleh karena itu dalam memilih sosok pemimpin yang ideal harus berkaca pada model kepemimpinan Rasulullah. Sebagai pemimpin yang ideal dan penuh dengan keteladanan, Rasulullah telah dikaruniai 4 (empat) sifat utama yaitu : Shiddiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah. Keempat sifat tersebut tentu menjadi dasar atau kriteria seorang pemimpin yang ideal sesuai dengan sifat Rasulullah SAW.

Pertama, Shiddiq artinya jujur. Kejujuran adalah syarat mutlak untuk menjadi seorang pemimpin. Pemimpin yang jujur maka akan jauh dari sifat dusta dalam kepemimpinannya. Masyarakat akan selalu mempercayai setiap apa yang menjadi kebijakan untuk mensejahterakan rakyatnya. Pemimpin yang memiliki sifat jujur juga akan lebih dicintai oleh rakyatnya karena janji-janji yang diucapkannya pada saat kampaye tidak sekedar “silat lidah” semata. Sebaliknya seorang pemimpin yang dusta dan hanya mengumbar janji demi kekuasaan pasti akan dibenci oleh rakyatnya. Kejujuran seorang pemimpin dapat kita nilai dari perkataan dan sikapnya.karena perkataan seorang pemimpin merupakan cerminan dari hatinya.
Kedua, Tabligh artinya menyampaikan atau komunikatif. Seorang pemimpin harus mempunyai sifat terbuka kepada seluruh masyarakatnya. Apa yang telah menjadi kebijakannya harus disampaikan kepada rakyatnya. Selain itu, seorang pemimpin juga mempunyai kewajiban untuk menyampaikan yang benar dan yang salah agar masyarakatnya tidak terjerumus kedalam jurang kenistaan. Sosok pemimpin yang mempunyai sifat tabligh adalah mereka berani menyatakan kebenaran meskipun mempunyai resiko atau konsekuensi yang berat. Seorang pemimpin juga harus selalu menjalin komunikasi yang harmonis dengan rakyatnya agar tidak terjadi kesalahfahaman terhadap apa yang telah menjadi kebijakan seorang pemimpin.
Ketiga, Amanah artinya terpercaya. Amanah juga merupakan sifat wajib yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dengan memiliki sifat amanah, maka pemimpin akan senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat yang telah diserahkan diatas pundaknya. Bangsa kita kini mengalami krisis pemimpin yang amanah. Hal itu terbukti dengan banyaknya pemimpin kita yang berbondong-bondong masuk penjara karena terjerat kasus korupsi. Jabatan yang disandangnya telah disalahgunakan yaitu dengan memanfaatkan jabatan mereka sebagai alat untuk menumpuk kekayaan. Mereka tidak lain adalah seorang perampok yang berdasi dengan cara menghianati kepercayaan rakyatnya. Oleh karena itu pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang bertanggung jawab yaitu melaksanakan tugas dengan lebih berorientasi kepada ketuntasan dan kesempurnaan.
Keempat, Fathonah artinya cerdas. Seorang pemimpin seyogyanya hatus memiliki kecerdasaran di atas rata-rata masyarakatnya. Hal ini dimaksudkan agar pemimpin tersebut memiliki rasa percaya diri untuk memimpin rakyatnya. Kecerdasan merupakan modal utama untuk menjadi seorang pemimpin. Karena hal itu akan membantunya dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakatnya. Kecerdasan atau ilmu yang dimiliki oleh seorang pemimpin itu ibarat bahan bakar yang digunakan untuk menjalankan roda kepemimpinannya.
Oleh karena itu, mencari sosok pemimpin yang ideal memang bukan pekerjaan yang mudah atau instan, tetapi kita harus bekerja keras untuk selalu melahirkan sosok pemimpin yang ideal tersebut agar negara kita tidak kekurangan stok pemimpin yang sesuai dengan karateristik kepemimpinan Rasulullah SAW. Maka harus dilakukan pembinaan sejak dini tentu dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Semoga kita mendapatkan sosok pemimpin yang agamawan sekaligus negarawan menuju kehidupan masyarakat yang madani.
 
salam ...chaling