Usamah
bin Syarik menuturknan, “Aku menemui Nabi SAW. Sementara para sahabatnya dalam
keadaan tertunduk. Aku mengucapkan salam lalu duduk. Lalu, datang beberapa
orang Arab badwi dari sebelah sana dan sebelah sini. Mereka berkata, ‘Ya
Rasulullah, apakah kita perlu berobat?’ Beliau menjawab, ‘Berobatlah.
Sesungguhnya Allah azza wa jalla tidak memberikan penyakit kecuali memberikan
pula obat penawarnya kecuali satu penyakit, yaitu penyakit tua.’” (HR Abu Daud)
Status sanad hadis di atas, menurut penelitian
al-Albani,
sahih. Hadis ini diriwayatkan juga oleh Ahmad dalam al-Musnad (no. 18645), an-Nasai dalam as-Sunan al-Kubra (no.
7553), al-Hakim
an-Nisaburi
dalam al-Mustadrak
(no. 416) dengan lafaz lebih panjang. Hadis ini
didukung oleh banyak riwayat penguat (syahid) yang sahih, sehingga
semakin menguatkan perintah berobat bagi mereka yang sakit.
Kebanyakan ulama memaknai
perintah berobat ini bukan perintah wajib, tapi hanya anjuran. Orang yang
berobat karena mengikuti Nabi SAW akan mendapatkan pahala. Karena Nabi sendiri
berobat jika sakit. (Lihat Aunul
Ma’bud 8/373)
Kepedulian Nabi SAW terhadap
pengobatan dapat dilihat dari riwayat-riwayat hadis yang cukup banyak tentang pengobatan
beberapa penyakit. Untuk itu, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menulis kitab ath-Thibb an-Nabawi (Medis Kenabian).
Sebagian ulama berpendapat
bahwa penjelasan Nabi SAW tentang pengobatan adalah sebatas refleksi pengalaman
dan tradisi pengobatan pada tempat, kondisi, dan zamannya, yang bisa jadi tidak
cocok bagi tempat, kondisi dan zaman yang berbeda. Namun terlepas dari itu
semua, perhatian Nabi SAW dalam memberikan resep pengobatan beberapa penyakit
adalah bukti konkret tradisi pengobatan yang dibangunnya.
Dalam sebuah riwayat, seorang
badwi mendatangi Nabi SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, apakah kita perlu
berobat?” Nabi menjawab,”Ya. Wahai hamba Allah, berobatlah, sesungguhnya Allah
tidak menurunkan suatu penyakit melainkan juga menurunkan obat penawarnya;
orang yang mempelajarinya akan menemukannya dan orang yang tidak mempelajarinya
tidak akan mendapatkannya.” (HR Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Hakim)
Ibnu Abbas RA menuturkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Penyembuhan itu ada pada tiga cara: meminum madu, membekam dengan
alat bekam, dan sterilisasi dengan api (al-kayy bin nar),
dan aku melarang umatku melakukan pengobatan dengan sterilisasi dengan api.”
(HR Bukhari).
Ketika seorang sahabat melaporkan saudaranya terkena
penyakit diare, Nabi SAW menyuruhnya untuk meminum madu. Setelah diupayakan
tiga kali, ternyata madu itu tidak dapat menghentikan diarenya, maka Nabi
bersabda, “Allah Maha Benar, tapi perut saudaramu belum cocok.” Maksudnya,
pemberian madu sebagai obat diare harus sesuai dengan takarannya agar dapat
dicapai kesembuhan. Nyatanya, setelah diberikan keempat kalinya, diarenya
sembuh.
Contoh lain, dalam pengobatan demam, Nabi memberikan resep
obatnya,”Sesungguhnya demam (al-humma)
merupakan bagian hawa panas neraka Jahanam, maka dinginkanlah dengan air.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Penggunaan air dengan cara kompres dan meminumnya, terbukti dalam dunia
medis cukup ampuh untuk meredam demam.
Dalam
kitab ath-Thib an-Nabawi dijumpai fakta bahwa beberapa resep yang diberikan
Nabi SAW kepada para pasien ternyata berasal dari luar jazirah Arab. Misalnya
penggunaan al-hinna
(daun pacar), habbah sauda (jinten hitam), al-qisth al-bahri (batang gaharu), dzarirah (bedak), yang berasal
dari India dan Cina. Hal ini menandakan bahwa Nabi SAW peduli dengan tradisi
ilmu pengobatan dari bangsa lain yang lebih maju.
Pencegahan lebih baik dari pada penyembuhan
Meskipun Nabi SAW menganjurkan pengobatan, namun ia
lebih mengedepankan pencegahan. Banyak sekali panduan Nabi kepada umatnya agar
dapat hidup sehat, dengan menjaga pola hidup dan pola makan yang sehat.
Sehingga postulat al-wiqayatu khairun min al-`ilāj (pencegahan adalah lebih baik dari pengobatan),
menjadi hal yang dijunjung tinggi oleh Nabi SAW.
Di antara wejangan Nabi kepada
umatnya agar dapat hidup sehat, Nabi memperingatkan umatnya untuk menjaga
perutnya, “Tidak ada tempat yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari
perutnya. Cukuplah baginya tiga potong makanan yang dapat menegakkan tulang
rusuknya. Apabila tidak bisa menghindari untuk makan lebih banyak, maka
sepertiga untuk makanan, sepertiga lagi untuk minuman, dan sepertiga lainnya
untuk nafasnya (udara).” (HR Hakim).
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan, maksud hadis ini adalah menjaga perut
agar tidak terlalu kenyang. Perut yang terlalu kenyang akan menyebabkan malas
beribadah. Orang yang kekenyangan akan mudah mengantuk dan malas beribadah.
Nabi SAW juga member kiat
mengatur pola makan untuk menjaga kesehatan. Nabi SAW bersabda, “Kami ini kaum
yang tidak makan kecuali jika lapar. Dan bila kami makan tidak sampai kenyang.”
Meski sanad riwayat ini
disinyalir dhaif, tapi maknanya sangat relevan dengan dunia medis. Selain itu
Nabi juga mengajarkan umatnya untuk berpuasa sunnah dengan berbagai macamnya.
Dalam dunia medis modern ternyata puasa terbukti mampu menekan kadar kolestrol
dan gula darah. Sehingga serangan jantung koroner yang mematikan dan penyakit
diabetes melitus dapat dicegah.
Berobat dengan obat yang halal
Selain memberi perhatian terhadap pengobatan,
Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa obat yang digunakan dalam pengobatan
haruslah obat yang halal. Nabi SAW menjelaskan, “Sesungguhnya Allah tidak akan
memberikan kesembuhan dengan apa yang diharamkan-Nya kepada kalian.” (HR Ibnu Hibban)
Hadis ini sahih dan banyak
sekali jalur periwayatannya. Dari hadis ini sangat jelas, ada batasan obat yang
boleh digunakan, yaitu obat yang halal. Halal menurut ulama ditinjau dari dua
hal: halal zatnya dan halal dalam perolehan dan prosesnya.
Halal zatnya, berarti bukan
dari benda yang diharamkan secara qath’i dalam syariat seperti khamr,
babi, bangkai, darah dan lain-lain. Halal dalam perolehan, bukan hasil curian, dan
halal dalam proses adalah benar dalam praktik pengobatannya. Misalnya, dalam
pengobatan tidak dibenarkan bersentuhan langsung antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahramnya. Sebaiknya pengobatan wanita ditangani wanita, pria ditangani pria,
kecuali dalam keadaan darurat.
Dari hadis ini pula, Nabi SAW memastikan bahwa barang-barang haram tidak akan
mendatangkan kesembuhan dalam pengobatan. Dalam satu riwayat, seorang dari
generasi tabi’in bernama Hutsayam bin al-Ada’ terkena penyakit perut (diare), maka dianjurkan
untuk meminum khamr untuk menyembuhkannya. Hutsayam lalu bertanya kepada
Abdullah bin Mas’ud RA, maka ia berkata, “Janganlah engkau minumkan anak-anakmu dengan khamr karena
mereka terlahir suci bersih. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan
kesembuhan dengan benda yang diharamkan kepada kalian.”
Larangan penggunaan obat haram bertujuan untuk menjaga
tubuh Muslim agar tetap suci dan tidak dikotori oleh darah yang terkontaminasi
obat haram. Karena apabila dalam tubuh Muslim terdapat barang haram maka akan
berakibat tidak diterima amal ibadahnya. Bahkan, dalam hadis yang diriwayatkan
Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik hanya
menerima yang baik-baik.
Allah memerintahkan orang-orang beriman seperti perintah-Nya kepada para Rasul.” Lalu
beliau membacakan Surah al-Mu’minun ayat 51, kemudian beliau bercerita,
“Seseorang yang telah menempuh perjalanan jauh sehingga penuh debu dan kusam,
lalu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Tuhanku! Tuhanku!’
Sementara makanannya, minumannya, dan pakaiannya dari barang haram, bahkan
tubuhnya diasupi makanan haram. Bagaimana doanya akan dikabulkan!”
Untuk menjelaskan pengobatan dengan barang yang halal
banyak sekali riwayat sahih yang menjelaskan itu. Seperti penggunaan hinna’ (daun
pacar) untuk menyuburkan rambut dan menghilangkan kutu di rambut kepala.
Penggunanaan habbah sauda (jinten hitam) sebagai obat segala macam
penyakit kecuali kematian. Dalam sabda Rasulullah SAW, “Hendaklah kalian
menggunakan habbah sauda ini karena di dalamnya ada kesembuhan untuk
segala macam penyakit kecuali mati.” (HR Bukhari dan Muslim)
Pengggunaan teh hilbah (Trigonella foenum-graecum) dapat melancarkan haid
dan penyusuan bayi bagi wanita. Rasulullah bersabda, “Seandainya umatku
mengetahui manfaat dari hilbah niscaya mereka akan berusaha
mendapatkannya meski harus ditukar dengan emas.” (HR Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir)
Di sini kita dapat melihat cara
pengobatan yang diajarkan Nabi SAW kepada umatnya tertumpu pada pengobatan
alami dengan sumber nabati/herbal dan hewani. Cara pengobatan ini diakui medis
modern sebagai pengobatan alternatif yang higienis tidak menimbulkan efek
samping negatif. Akhir-akhir
ini pengobatan herbal seperti ini semakin digandrungi masyarakat. Selain murah
ternyata sangat bermanfaat untuk kesembuhan dan kesehatan badan. Wallahu
a’lam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar