Senin, 05 Mei 2014

Penyembuhan Holistik


“dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. asy Syams:7-10)

Dunia kedokteran modern tidak hanya mengenal penyembuhan fisik tapi harus diikuti dengan penyembuhan mental. Ilmu medis psikosomatis (psychosomatic medicine) menjadi kajian penting dalam kedokteran modern. Kebanyakan para dokter ahli, menerapkan konsep itu dalam menangani pasien. Praktiknya seorang dokter dengan pendekatan psikosomatik akan membutuhkan waktu panjang dalam melakukan terapi kepada pasien, tapi hasilnya sangat baik.
Konsep penyembuhan holistik itu telah dilakukan Ibn Sina (980-1037 M). Dalam pendekatan holistik, keseimbangan elemen dan unsur tubuh menjadi satu prasyarat untuk penyembuhan penyakit. Manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh antara unsur jasmani dan unsur rohani. Sehat jasmani mempengaruhi sehat ruhani dan begitu sebaliknya. Maka menyembuhkan satu unsur lalu mengabaikan unsur yang lain tidak akan mendapatkan hasil yang baik.
Bangunan kedokteran Ibn Sina
Ibn Sina membagi ilmu kedokteran menjadi dua: ath-thibb an-nazhari (kedokteran teoritis) dan ath-thibb al-’amali (kedokteran praktis). Yang pertama adalah ilmu tentang pokok-pokok kedokteran dan yang kedua adalah ilmu tatacara menggunakan kedokteran itu.
Kedokteran teoritis meliputi lima cabang yaitu, Anatomi (Ilm at-Tasyrih), Fisiologi (Ilm al-Umur ath-Thabi’iyyah), Patologi (Ilm Ahwal al-Badan), Etiologi (Ilm al-Asbab), dan Simtomatologi (Ilm bi ad-Dalail). Sedang kedokteran praktis meliputi dua cabang utama yaitu Ilmu Kesehatan (Ilm ash-shihhah) dan Ilmu Pengobatan (Ilm al-’Ilaj).
Ilmu kesehatan berarti penjagaan kesehatan (hifz al-shihhah). Ilmu kesehatan merupakan cabang kedokteran Islam paling penting karena ilmu inilah yang lebih memperhatikan pencegahan penyakit (al-wiqayah) daripada pengobatannya (al-’ilaj). Prinsipnya, al-wiqayah khair min al-’ilaj (pencegahan penyakit itu lebih baik daripada pengobatan). Ada enam prinsip (as-sittah adh-dharuriyyah) dalam menjaga kesehatan, yaitu: hawa (udara), ma’kul wa masyrub (makanan dan minuman), harakah wa sukun badani (gerak dan istirahat), naum wa yaqdhah (tidur dan jaga), harakah wa sukun nafsi (gerak dan diam psikis), dan istifragh wa ihtibas (ekskresi dan retensi).

Ibn Sina mendefinisikan ash-shihhah (kesehatan) sebagai suatu karakter atau keadaan yang memungkinkan aktivitas manusia dapat tercapai secara normal. Dalam definisi ini, maka kesehatan mencakup semua jenis kesehatan, baik kesehatan jasmani, kesehatan mental, maupun kesehatan sosial. Bila tubuh berada dalam tabiat dan susunannya, sehingga muncul perbuatan-perbuatan yang semuanya normal dan sempurna, maka tubuh itu sehat. Sebaliknya, bila tubuh itu berlawanan dari kondisi di atas, ketika organ tubuh tidak dapat melaksanakan aktifitasnya secara sempurna, berarti tubuh itu dalam kondisi tidak sehat alias sakit (maradh).
Udara bersih
Untuk menjaga kesehatan, kita harus selalu berada pada udara yang bersih. Ibn Sina mengistilahkan dengan al-hawa’ al-jayyid (udara bersih). Ibn Sina merekomendasikan kepada pemerintah waktu itu agar dalam membuat tata ruang kota dengan memperhatikan keseimbangan ekologis sehingga menghasilkan udara segar dan iklim yang kondusif. Udara yang sehat menghasilkan masyarakat yang sehat.
Rekomendasi Ibn Sina tersebut relevan dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa asap kendaraan memicu terjadikan penyakit mental. Sebuah situs kesehatan (www.detikhealth.com) menulis bahwa tingkat polusi yang tinggi sangat membahayakan, tidak hanya memicu penyakit fisik tapi juga memicu penyakit mental, yaitu sifat agresif dan gelisah.
Maka disamping menghindari terjadinya polusi dari asap kendaraan, kebakaran, rokok, dan polusi lain, kita harus terus menjaga udara bersih dengan cara melestarian lingkungan dengan menanam pohon dan membersihkan lingkungan.
Makanan dan minuman menyehatkan
Salah satu dari prinsip dalam menjaga kesehatan yang disampaikan oleh Ibn Sina adalah ma’kul wa masyrub (makanan dan minuman). Untuk mengetahui makanan dan minuman yang menyehatkan harus mengetahui jenis makanan yang dimakan, apakah sesuai dengan kebutuhan, jumlah seimbang, dan dimakan pada saat yang tepat. Rasulullah SAW menyatakan bahwa perut adalah rumah penyakit dan berdiet (puasa) adalah obat paling baik. Sumber setiap penyakit adalah alat cerna. Beliau bersabda pula: ”Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang.”
Al-Quran menyuruh kita untuk makan dan minum yang halal dan thayyib, antara lain disebutkan, ”Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah: 168). Ath-Thayyibat mengandung makna halal, bersih dan sehat. Dalam al-Quran kata ath-thayyibat sering digunakan untuk menunjuk pada makanan seperti pada ayat-ayat di atas, juga menunjuk pada rezeki secara umumnya baik yang bersifat material, intelektual, maupun spiritual (QS al-Anfal: 26, Yunus: 93, dan al-Nahl: 72).
Istirahat dan gerak untuk kesehatan
Salah satu prinsip memelihara kesehatan dalam konsep Ibn Sina adalah harakah wa sukûn badani (gerak dan istirahat). Keseimbangan antara gerak dan istirahat menjadi penentu dalam memelihara kesehatan kita. Gerak dilakukan dalam bentuk olah raga untuk menggerakkan fungsi anggota tubuh. Istirahat dilakukan dalam bentuk tidur atau bergantian dari satu aktivitas menuju kepada aktifitas lainnya yang lebih ringan. Islam mengajarkan untuk menggerakkan tubuh setidaknya dalam shalat lima waktu sehari semalam.
Selain gerak, Ibn Sina menyarankan pentingnya istirahat,. Tidur menurut Ibn Sina merupakan istirahat paling ideal baik secara fisik maupun mental. Kurang tidur akan menyebabkan kurang energi, lemah mental, dan mengganggu pencernaan. Ibn Sina juga menjelaskan bagaimana tidur yang baik, misalnya mulai tidur dengan posisi tubuh bagian kanan kemudian berganti pada bagian kiri, sesuai dengan hadis Rasulullah SAW.
Kesehatan mental
Kesehatan mental (ash-shihhah an-nafsiyyah) dimaknai sebagai kondisi seorang yang stabil, selaras jiwanya (kepribadian, emosi, dan sosial), baik terhadap dirinya maupun lingkungannya, dan ia merasakan kebahagiaan pada dirinya dan pada orang lain, meningkatkan kemampuannya semaksimal mungkin, mampu mewujudkan dirinya, mampu menghadapi berbagai masalah hidup, kepribadiannya tegak, dan perilakunya normal, dimana dia dapat hidup secara damai dan tenteram.
Al-Quran menyebutkan bahwa an-nafs (jiwa) adalah wadah dan penggerak tingkah laku. Perilaku negatif maupun positif digerakkan oleh jiwa itu. Seperti disebutkan dalam QS Yasin: 54, ar-Ra’d: 11, dan al-Hujurat: 15. Jiwa dapat menampung hal-hal yang baik dan buruk (QS asy-Syams: 8 dan an-Nazi’at: 40). Bila jiwa itu dijaga dan disucikan dari dorongan hawa nafsu, maka akan meningkatlah kualitas jiwa itu. Tapi bila jiwa itu dikotori oleh berbagai maksiat dan dosa, maka akan jatuh hina (QS asy-Syams:9-10).
Dalam pandangan Ibn Sina, sakit mental disebabkan oleh tidak stabilnya atau disharmonitas kondisi manusia dalam humornya. Hal itu dapat dipengaruhi oleh keadaan sedih atau putus asa. Ibn Sina mengistilahkan sakit mental dengan hati yang menjadi panas dan dingin, secara tidak stabil. Keseimbangan kondisi panas dan dingin dalam hati itulah sehat mental, sedangkan bila tidak seimbang itulah sakit mental. Kebimbangan yang mengusik dan menyakitkan hati akan menunjukkan kondisi hati yang panas, sedang kebimbangan yang mengarah pada rasa takut dan prihatin akan menunjukkan kondisi hati yang dingin. Bila jiwa dalam keadaan sesak, panas atau dingin sekali, itu suatu pertanda bahwa hati akan terserang sakit.
Solusi yang ditawarkan Ibn Sina agar hati kita menjadi kuat dan seimbang (stabil), adalah bahwa kita harus bersikap optimis dan penuh harap (al-amal wa husn ar-raja). Hal itu karena sikap itu dapat mendorong hati manjadi kuat, kondisi panas dan dingin hati menjadi stabil. Sebaliknya, sedih dan putus asa justru akan menjadikan hati tidk kuat dan tidak stabil. Agar kita terjaga dari penyakit mental, maka terapi psikosomatis yang disarankan oleh Ibn Sina adalah dengan bersikap optimis dan penuh harap (al-amal wa husn ar-raja). Hal itu sejalan dengan firman Allah, ”Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf: 87).
Dikatakan oleh Ibn Sina bahwa sebenarnya orang yang sakit, hanya dengan kemauannyalah dia dapat sembuh. Sebaliknya, orang yang sehat, dapat benar-benar menjadi sakit karena pengaruh pikirannya yang sakit. Emosi yang kuat, seperti rasa takut, dapat benar-benar merusak dan menyebabkan kematian, dengan mempengaruhi fungsi-fungsi organ tubuh.
Positive thinking
Sejalan dengan Ibn Sina, kini para motivator dunia sangat berminat pada terapi al-amal wa husn al-raja (optimis dan penuh harap) sebagaimana yang dianjurkan Ibn Sina. Mereka menyuguhkan konsep positive thinking (berpikir posif). Mereka percaya bahwa kekuatan pikiran (mental health) dapat merubah perilaku seseorang. Kekuatan pikiran dapat mengubah cara pandang dan pola hidup. Berbagai penderitaan yang dialami seseorang, sering terjadi karena lemahnya pikiran. Membangun keyakinan secara alami sangat diperlukan agar dapat menatap masa depan dengan gemilang. Kekuatan pikiran dapat menghasilkan perilaku yang lebih santun dan bijak. Kekuatan pikiran yang dikelola dengan baik tidak saja berpengaruh pada kesehatan jiwa, lebih dari itu, ia akan berpengaruh pada kesehatan jasmani, kekayaan, kepercayaan diri, dan kreatifitas.
Dengan berpikir positif, kita dapat melihat masalah sebagai tantangan. Tidak melihat masalah sebagai cobaan dan petaka yang menyengsarakan. Hidup dapat dinikmati, menerima keadaan dengan penuh tawakkal, berbesar hati, dengan terus berusaha mendapatkan yang terbaik. Dengan berpikir positif, kita terbuka untuk menerima saran dan ide orang lain sehingga muncul hal-hal baru yang akan membuat segala sesuatu lebih baik. Kita segera menyingkirkan pikiran negatif jauh-jauh ketika terlintas dalam diri kita. Dengan berpikir positif, kita dapat mensyukuri nikmat, tidak berkeluh-kesah.
Semoga kita menjadi manusia sehat, sehat jasmani (fisik) dan sehat ruhani (mental), sehingga dapat mengabdi (ibâdah) kepada Allah dengan lebih banyak dan lebih berkualitas. Wallahu a’lam bish-shawab.

salam chaling

Tidak ada komentar:

Posting Komentar