“orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang berselisih) dan dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat.” (QS. Al Hujurat:10)
Dalam Mu’jam Alfazh Al-Qur’an
ukhuwah memiliki dua pengertian. Pertama, ukhuwah khusus yaitu adanya
kesamaan, persekutuan (musyarakah) antara seseorang dengan lainnya dalam
kelahiran dan nasab dari pihak ayah dan ibu, atau salah satunya, atau dari segi
persusuan. Kedua, pengertian yang lebih luas yaitu adanya kesamaan dan
persekutuan pada dua belah pihak dalam satu kelompok masyarakat (kabilah), atau
kepercayaan (agama), atau bidang profesi, atau pertemanan berdasarkan perasaan
saling menghormati, dan lain sebagainya.
Ukhuwah dalam al-Qur’an
Kata ukhuwah dan semua
derivasinya disebut 90 kali dalam al-Qur’an. Dari pemakaian kata ukhuwah dalam
al-Qur’an dan melihat substansi ayat yang berkenaan dengan hubungan antara
manusia, ukhuwah atau persaudaraan antar umat manusia terbagi menjadi empat
macam yaitu, ukhuwah insaniyah, ukhuwah wathaniyah, ukhuwah diniyah, dan
ukhuwah islamiyah.
Ukhuwah insaniyah, sebagian
kalangan menyebutnya ukhuwah basyariyah, adalah persaudaraan berdasarkan
kesamaan sebagai manusia. Persaudaraan sesama manusia sebenarnya tidak
disebutkan dalam Al-Qur’an secara tersurat, tapi secara tersirat. Antara lain
pada surah al-Hujurat ayat 13 yang menegaskan bahwa Allah menciptakan manusia
terdiri dari lelaki dan perempuan, menjadikan beragam bangsa dan suku dengan
tujuan agar mereka saling mengenal (ta`aruf).
Kata ta`aruf, menurut Ibn
Faris dalam kitab Mu’jam Maqayis al-Lughah (4/281), mengandung arti
dasar beriringan, ketenangan, dan pengetahuan. Dari sini muncul kata `urf yang artinya adat
atau kebiasaan yang dilakukan seseorang atau sekelompok masyarakat. Sesuatu
yang sudah menjadi biasa akan membawa ketenangan kepada mereka.
Berdasarkan arti bahasa tersebut,
dapat dikatakan bahwa manusia, tanpa membedakan ras, agama, atau apa pun,
adalah sama-sama manusia yang perlu saling mengenal (ta’aruf”), karena
punya hajat bersama yang saling terkait. Perkenalan ini sampai pada tahap
mengerti adat istiadat masing-masing yang akan berdampak pada kondisi saling
memahami (tafahum). Setelah saling memahami maka manusia akan mudah
untuk saling tolong menolong (ta`awun) dalam segala bentuk kebaikan.
Saling tolong menolong dalam
kebaikan (al-birr) dan ketakwaan kepada Allah merupakan salah satu inti
ajaran Islam (al-Maidah: 3). Kebaikan dalam menata masyarakat, lingkungan,
pemberdayaan manusia, dan lain sebagainya tidak akan bisa tercipta kecuali jika
manusia hidup secara harmonis.
Nabi SAW bersabda pada saat haji
Wada, “Wahai sekalian manusia, kalian semua berasal dari Adam. Adam berasal
dari tanah. Tidak ada keutamaan diantara orang Arab terhadap orang ‘Ajam (non
arab) kecuali ketakwaan kepada Allah.”
Ukhuwah wathaniyah
adalah persaudaraan antar sesama manusia berdasarkan kesamaan tempat tinggal
atau negeri yang mereka huni. Dengan
kesamaan tempat ini, manusia membutuhkan seperangkat aturan yang mengatur hak
dan kewajiban masing-masing penduduk. Al-Qur’an menjelaskan model ukhuwah
wathaniyyah ini dalam beberapa ayat. Misalnya ayat yang menyebutkan bahwa
Allah mengutus Nuh kepada kaumnya yang merupakan akh (saudara) mereka
sendiri (asy-Syu`ara: 106). Begitu juga
Nabi Hud yang diutus kepada kaum ‘Ad, Nabi Shalih kepada kaum Tsamud, dan Nabi
Syu’aib kepada kaum Madyan. Kaum-kaum tersebut merupakan akh dari para
Nabi tersebut.
Pada masa Nabi Muhammad SAW
persaudaraan sesama warga negara sudah terjadi. Nabi memprakarsai sebuah
kesepakatan bersama yang dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam ini berisi
prinsip-prinsip dan aturan bermasyarakat di antara penduduk Madinah yang
majemuk.
Ukhuwah diniyah bisa diartikan
sebagai persaudaraan atau kerukunan antar umat beragama. Berdasarkan fitrahnya,
manusia adalah makhluk yang percaya kepada adanya Zat yang menciptakan alam
semesta (al-`Ankabut: 61). Mulanya semua manusia bertauhid (ummah wahidah), tapi pada
perkembangannya mereka berselisih dan menyalahi ajaran tauhid. Maka Allah pun
mengutus para nabi dan rasul untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar.
(al-Baqarah: 213 ).
Al-Qur’an menegaskan keniscayaan
adanya keragaman dalam berbagai macam hal, seperti agama, bahasa, ras, dan lain
sebagainya (ar-Rum: 22). Di sisi lain, Al-Qur’an juga tidak membolehkan pemaksaan
dalam beragama, karena yang haq dan yang batil sudah jelas. Dengan melihat
kenyataan semacam itu, Islam memandang bahwa hubungan yang harmonis diantara
para penganut agama di dunia harus diciptakan dan dibina, agar kehidupan bisa
berjalan dengan baik.
Di Indonesia, pemerintah telah
membentuk Forum komunikasi kerukunan antar umat beragama (FKKUB). Forum inilah
yang bertujuan untuk menjadi penghubung antar umat beragama agar terjadi
keharmonisan dalam kehidupan.
Ukhuwah Islamiyah
Ayat yang dikutip pada pokok
bahasan tulisan ini terletak pada surah al-Hujurat. Surah Madaniyah ini
menjelaskan tatakrama terhadap Nabi dan keluarganya, sebagai sosok yang harus
diagungkan dan dihormati. Juga tentang cara bergaul dengan orang lain, baik
yang memiliki keyakinan sama maupun tidak. Dalam pergaulan wajar terjadi
perselisihan antara satu dengan lainnya. Al-Qur’an memberikan jalan keluar dari
kemelut tersebut, yang dalam surah ini di antaranya adalah keharusan tabayyun
(mencari kebenaran) berita yang beredar, agar jangan sampai terjebak kesalahan;
perlunya ada kekuatan atau pihak penengah dalam mengahadapi perselisihan;
larangan meremehkan dan mengejek pihak lain; larangan berburuk sangka; larangan
mencari-cari kesalahan orang lain; dan larangan menggunjing. Itulah solusi
qur’ani yang mesti dihayati dan diamalkan bersama dalam rangka menciptakan
hubungan yang harmonis antar kelompok manusia yang ideal.
Terkait ayat di atas, ada empat
catatan perlu penulis kemukakan disini:
Pertama, Ayat di atas dimulai
dengan ungkapan yang mengandung arti hashr (meringkas) atau takhshish
(mengkhususkan) yaitu innama. Ini berarti semua kaum mukmin di manapun
berada adalah akh (saudara) bagi lainnya. Kata al-mu’minun
menunjukkan bahwa mereka disatukan oleh
sesuatu yang terdapat dalam diri mereka sendiri yaitu akidah. Mereka satu
keyakinan, yaitu kepercayaan kepada Allah sebagai Zat yang wajib mereka sembah
dan kepercayaan bahwa Nabi Muhammad SAW
adalah utusan Allah yang terakhir, dengan segala konsekuensinya.
Kedua, kalimat fa ashlihu
baina akhawaikum, artinya maka damaikanlah di antara kedua saudaramu. Kaum
mukmin adalah manusia biasa yang bisa bertikai antara satu sama lainnya. jika
hal itu terjadi, Allah memerintahkan agar pertikaian itu harus cepat ditangani
oleh unsur dari kaum Muslimin sendiri yang dianggap representatif, agar jangan
sampai membesar. Huruf Fa pada kalimat di atas mengindikasikan bahwa
upaya ishlah (perbaikan) itu harus dilakukan dengan cepat. Bagaimanapun
kerasnya pertikaian itu, mereka yang bertikai itu masih tetap sebagai dua
saudara.
Ketiga¸kalimat wattaqullah
artinya bertakwalah kamu kepada Allah dengan menjaga diri dari hal-hal yang
akan membinasakanmu. Perintah ini merupakan peringatan dari Allah bahwa dalam
melaksanakan ishlah, jangan sampai berat sebelah. Karena jika hal itu
terjadi, Allah akan mencatat perilaku yang tidak terpuji yang akan membahayakan
mereka itu. Mereka yang bertikai pun tidak boleh melakukan hal-hal yang tidak
terpuji seperti melanggar kesepakatan bersama, menuntut balas melebihi dari tingkat
kesalahanya.
Keempat, kalimat la’allakum
turhamun yang berarti mudah-mudahan kamu semua diberi rahmat (kasih
sayang) oleh Allah. Ungkapan ini memberi pengertian bahwa orang yang terlibat
dalam pertikaian akan dirahmati Allah jika mereka mau kembali ke jalan yang
benar, melakukan ishlah dengan niat yang ikhlas, tidak memihak, dan
memberikan rasa keadilan dalam memutuskan hukum.
Dasar ukhuwah Islamiyah
Kesamaan dalam bidang akidah dan
keyakinan sebagaimana penjelasan di atas itulah yang harus diletakkan pada
tempat yang tertinggi, bahkan di atas hubungan kekeluargaan. Di masa awal
Islam, banyak sahabat Nabi harus berpisah dengan keluarganya saat berhijrah ke
Madinah, karena berlainan keyakinan. Bahkan banyak diantara mereka yang
kemudian harus berperang melawan keluarganya sendiri, seperti yang terjadi
dalam perang Badar.
Kenapa pertalian keimanan harus
diletakkan diatas segalanya? Karena keimanan inilah yang mempertautkan seluruh
komponen kemanusiaan yang menembus batas ras, bahasa, dan budaya. Mereka
sama-sama makhluk Allah yang harus mengabdi kepada-Nya. Persamaan iman
menjadikan ritme, atmostir dan
orientasi kehidupan mereka.
Urgensi ukhuwah Islamiyah
Islam yang
dibawa Nabi Muhammad SAW adalah agama yang mempunyai seperangkat ajaran yang
mencakup seluruh aspek kehidupan dan mempunyai nilai-nilai universal yang
agung, sebagai rahmat bagi semesta alam. Inilah ajaran yang ingin Allah
lestarikan di bumi ini, agar kehidupan menjadi damai, tenteram, dan mendapatkan kebahagiaan di
dunia sampai akhirat nanti. Kesamaan
dalam akidah, syari’ah, dan akhlak inilah yang harus menjadi landasan yang kuat
dalam kehidupan kaum mukmin.
Seperangkat nilai-nilai islam ini
perlu di sosialisasikan kepada seluruh umat manusia. Karenanya kaum Muslim
harus bahu membahu dalam mensosialisasikannya. Dan sosialisasi ini mutlak
memerlukan kesatuan dan persatuan umat. Untuk itu dalam beberapa hadis Nabi
menghimbau agar kaum mukmin bersatu. Di antaranya beliau menyebut kaum mukminin
dalam kondisi saling mencintai, menghargai, dan mengasihani, hendaknya seperti
satu jasad. Jika ada anggota yang sakit, maka semua akan merasakannya.
Nabi SAW juga menggambarkan kaum
mukmin seperti satu bangunan yang antara satu bagian dengan bagian yang lainnya
saling menguatkan. Dan masih banyak lagi hadis yang serupa.
Pada masa nabi rasa persatuan
diantara kaum mukmin telah terjadi, sehingga mereka bisa dengan mudah
mengalahkan musuh-musuh mereka yang lebih banyak, lebih kuat. Islam masuk ke
Indonesia dan seantero dunia adalah karena rasa persatuan mereka yang demikian
kuat.
Persoalannya adalah bahwa jika
terjadi pertikaian sesama kaum mukmin. Maka sesuai arahan ayat di atas, hendaknya semua unsur berusaha melerai
pertikaian itu dengan sekuat tenaga, agar persatuan tidak terganggu. Jika terganggu,
maka akan lemahlah kedudukan umat Islam. Mereka akan dengan sangat mudah diadu
domba oleh mereka yang tidak senang umat Islam bersatu.
Usaha untuk menciptakan ukhuwah di antara kaum Muslim
harus terus dilakukan, meski pada akhirnya Allah juga yang akan mempertemukan
hati mereka. Sejarah telah membuktikan bahwa ukhuwah Islamiyah telah terjadi
pada masa Nabi. Saat itu mereka bisa Berjaya hingga mampu membangun peradaban
yang membanggakan. Inilah yang harus menjadi cermin kita bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar